Faruq Amrulloh
Sastra | 2025-07-11 16:29:13

“kurang ajar kamu yanto!!! “ tunjuk perempuan menahan senyum dibibir keriputnyaa sambil memegang rumput segar
“saya cuma ingin ibu senang “ jawab pemuda parubaya yang ditunjuk ibu itu
“tapi ini pasti idenya mul, karena yang punya pestisida di kereta cuma kamu mul”
“ bukan bu ini ide anak ibu katanya kalau susah diatur ditebas pake clurit beracun saja “ saut mul samar-samar karena kuda ini sudah mulai kehilangan kesadaran
dalam berisiknya perdebatan para mulut besar, sementara kuda jantan gagah tak lagi menunjukan kekuatannya hanya tersungkur dengan mulut berbusa ditanah yang basah pasca diterpa hujan
pada awalnya kejadian kacau balau ini karena ada seekor kuda yang dibawakan atau dikemudikan perempuan tua untuk menarik kereta besar berisi berbagai orang dari tempat tinggal yang berbeda-beda. tujuannya aja sama yaitu ke tempat indah di atas bukit. perjalanannya harus menempuh ujian terjal dalam waktu cukup lama.
sebenarnya kuda, kereta dan penumpang tidak bertemu karena perempuan itu tapi karena bapaknya. seorang yang mampu merayu berbagai orang untuk naik kereta yang sama. bapak itu lah yang menyatukan mereka dalam satu harapan yang sama yaitu bahagia ditempat indah diatas bukit
perjalanan menuju bukit kami melewati rawa penuh lumpur bau tak sedap dan gelap karena cahaya matahari tertutup rimbunnya pohon. saking gelapnya hingga sempat salah satu kakiku terjebak lumpur namun di bantulah dengan papan kayu kakiku yang tidak terjebak lumpur.
“tekan kaki mu yang tidak terjebak lumpur di kayu ini agar ada daya ungkit” kata cak dar seorang tukang kayu yang ikut kereta kami
“cak kamu pergi ambilkan rumput segar untuk kuda ini” saut mbak pril, “loh mbak bukannya lebih baik ku bantu dulu kuda ini” jawab cak dar
“sudah ambilkan dulu nanti aku yang bantu” , mendengar itu cak dar lalu pergi
“ayo kuda kita jalan “ mbak pril segera menarik tali dan naik kereta meninggal cak dar yang sudah tak terlihat di tengah rimbunnya pohon
“yang nurut, kamu bersama penumpang yang lain itu dititipkan bapak kepada ku bukan ke cak dar yang tua dan bodoh itu” menggerutu mbak pril selama perjalanan kami
“ mbak kok kita pergi, kami naik kereta ini diajak kakek cak dar sekarang cak dar kok tertinggal terus kami bagaimana” ucap seorang penumpang yang mengambil papan kayu di kakiku
“ kamu sama teman-temanmu ikut cak dar aja kalau mau biar terjebak di hutan” jawab mbak pril ketus
penumpang lain yang mengangkat kayu menjawab “engge siap ibu kami ikut intruksi ibu saja” sambil berbisik pria itu mengatakan kepada temanya “kita mau makan apa ikut cak dar wong dia arah aja gak tau mana mungkin bisa dapat rumput untuk kuda ini”
“tapi.,,,,? “ jawab temannya
“kamu jangan ngeyel kakek ku dulu juga tukang kayu malah lebih pinter dari cak dar, jadi nurut saja sama aku yang keturunan tukang kayu ini” jawab penumpang itu sambil mengelus-ngelus jenggotnya
sampailah kami pada suatu siang di tepian perkebunan tebu yang terletak di pedesaan tak jauh dari kota. Mbak Pril mengajakku menepi tiba-tiba. Ia turun kemudian memotongkan sebongka tebu untukku. Namun sebelumnya kutanyakan dulu milik siapa itu?. Mbak Pril hanya tersenyum dan menjawab “Mbak lo peduli bawahan” kemudian saut ku “ apa dengan memberikan ku makan seperti ini mbak pikir aku bahagia?” kenapa tanya begitu? “ saut mbak Pril "bukankah seharus kuda hanya menarik kereta dan makan ketika lapar tanpa peduli apa yang ia makan, karena makan hanya untuk menambah tenaganya menarik kereta. "
mbak apa lupa dulu bapak menamaiku mer karena melihat ada pak mar yang bekerja ikhlas demi keluarga tapi juga tetap memperhatikan asal penghasilan untuk keluarganya, kok sekarang memberiku makanan ngawur gini?, mbak hanya diam dan terus memaksaku makan tebu itu. aku hentakan kaki depan dan menjauh kan kepala dari tangan mbak pril. "dasar kuda pembangkang" bentak mbak. "mbak dulu bilang aku tuli sekarang bilang aku pembangkang lalu apa lagi?, mau bilang aku bodoh." mbak itu yang bodoh sahutku. "kuda gila" teriak mbak lalu dihentikan salah seorang penumpang keretaku.
"kamu jangan ikut campur" saut mbak pril "kalau kamu ikut campur kita berhenti disini saja, perjalanan lanjut sampai aku mau jalan lagi.",
"kalau begitu biar aku yang bawah kudanya, lagian kamu gak punya pengalaman mengendalikan kuda belajar saja belum selesai ditinggal mati bapakmu." saut pak mul
mbak pril semakin marah, berteriak membentak orang itu. "kamu mau mengambil alih delmanku langkahi dulu mayatku." dengan kondisi seperti itu kuputuskan mendekat ke orang itu agar aku di elus mungkin saja dia mau naik ke punggungku saja tanpa kereta, biar kereta ini di bawah mbak pril, itupun kalau mba april mau. mengetahui maksudku itu mbak mulai merayuku, kuda pintar mbak memang tidak pandai tapi kamu kan pintar, mbak janji pasti kalau dalam perjalanan nanti kamu punya arah sendiri mbak tinggal ikut saja, mbak tidak akan memaksa lagi. turunlah dari kereta anak mbak pril lalu berteriak “aku saja ibu yang menggantikan untuk mengemudikan kuda”. dengan tegas mbak menjawab “jangan nak kamu masih kecil nanti kamu diperintah sama penumpang lain” lalu pak mul yang mengelusku mencoba untuk menarik anak mbak pril yang kemudian dicegah ibunya sambil berkata “ kamu jangan sok dekat dengan anakku”
mbak pril kemudian memanggil yanto yang selama ini mbak percaya untuk membersihkan kereta dan memandikan kuda selama dalam perjalanan. penumpang itu kemudian berlari-lari dengan membawa clurit dari dalam kereta. mbak pril kemudian memotong dengan celurit tumpukan jerami segar di tepi sungai dekat perkebunan tebu tempat kami berada.
selanjutnya dengan wajah manis mbak menyuapiku rumput-rumput yang baru dipotongnya. sambil makan menggerutu kutanyakan pada mbak. "kenapa baru sekarang mbak memberiku rumput segar buah kerja keras mbak sendiri." dengan ketus pula mbak menjawab "aku peduli karo seng cilik kok."
disusul saut pak mul dengan ekpresi kaget kepada mbak "rumputnya tercampur karat dari clurit loh mbak" kemudian wajah laki-laki itu berubah panik. tanpa kusadari mulut mengunyah ku mulai sepah kepala pusing dan timbul rasa mual. saut-saut kudengar mbak marah-marah dan menunjuk pak mul dan berkata ini bukan karat clurit ini pestisida menempel di sisi-sisi clurit, kamu kurang ajar menghianati kami. badanku mulai lemas namun terpikir dalam benakku ternyata mbak begitu jahat meracuniku tapi tetap saja menuduh pak mul. ternyata pesan bapak dulu benar jangan pernah percaya mbak sepenuhnya. tunggu, terpikir sebentar kupikirkan pelan-pelan ternyata anak biologis belum tentu anak ideologis.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.