REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Kementerian Koordinator (Kemenko) Bidang Pemberdayaan Masyarakat (PM) menilai, pasar usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) Tanah Air masih dikuasai produk-produk impor. Harga lebih murah menjadi salah satu faktor produk lokal sulit bersaing.
"Sebenarnya kondisi UMKM kita hari ini tidak baik-baik saja. Kenapa saya bilang tidak dalam kondisi baik? Karena kurang bisa bersaing. Terlalu banyak produk UMKM impor yang hari ini menggerogoti bangsa kita," ungkap Asisten Deputi Pemasaran Usaha Masyarakat pada Deputi Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat dan Perlindungan Pekerja Migran Kemenko PM, Abdul Muslim, ketika diwawancara di sela-sela partisipasinya dalam acara Forum Konsultasi Publik: Transformasi Pemasaran Usaha Masyarakat yang digelar di Gedung Gradhika Bakti Praja, Kantor Gubernur Jawa Tengah, Selasa (4/11/2025).
Abdul mengambil contoh pada ranah fesyen atau busana. Dia mengakui, bahan baku untuk produk fesyen, termasuk ongkos produksinya, tidak murah. Kendati demikian, para pelaku usaha fesyen lokal tetap harus memasarkan produknya sesuai biaya produksi plus kebutuhan margin.
Namun harga yang dipasarkan para pelaku usaha fesyen lokal ternyata masih bisa jauh lebih mahal dibandingkan produk busana impor. Abdul mencontohkan Pasar Tanah Abang Jakarta. Dia menyebut, lebih dari 60 persen produk pakaian yang dijual di Pasar Tanah Abang merupakan impor.
"Tanah Abang itu produk-produk fesyennya hampir semua dari China. Bahkan harga jilbab saja Rp30 ribu, (produk) kita tidak bisa bersaing," kata Abdul.
Dia mencontohkan kembali dengan membanding harga produk jersei. "Misalnya jersei, pakaian olahraga, kalau di Indonesia harganya Rp80 ribu sampai Rp150 ribu, di China itu harganya paling Rp10 ribu," ucapnya.
Menurut Abdul, terdapat beberapa faktor yang menyebabkan produk asal China cenderung lebih murah. "Karena mereka bahan bakunya murah, kemudian proses produksinya itu dijamin negara. Maksudnya dijamin negara, (proses produksi) menggunakan mesin yang cukup besar, tapi kelistrikannya dijamin negara. Makanya mereka cost produksinya lebih murah," katanya.
Karena itu, Abdul mendukung kebijakan Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa yang melarang impor pakaian bekas. Menurut Abdul, serbuan pakaian bekas impor juga menjadi momok bagi produk fesyen atau tekstil lokal.
"Kami mendukung (kebijakan Menkeu). Karena memang dengan banyaknya impor pakaian bekas itu sangat mempengaruhi UMKM kita, terutama misalnya tekstil, kemudian bahan baku yang berkaitan dengan itu," kata Abdul.
Dia mengungkapkan, selain arus produk impor, pelaku UMKM di Tanah Air masih menghadapi beberapa tantangan lain, seperti akses pasar, literasi digital, penjemanaan atau branding, akses pembiayaan, dan daya saing produk.

2 hours ago
2











































