Ribuan Warga Puncak Ketakutan, 'Segera Akhiri Konflik Bersenjata' di Papua

4 hours ago 4

REPUBLIKA.CO.ID, JAYAPURA — Ribuan warga dari sejumlah wilayah di Puncak, Papua Tengah terpaksa mengungsi menyusul hak hidup dan jaminan keamanan masyarakat yang menipis di kawasan tersebut. Tokoh pemuda setempat meminta agar konflik antara pasukan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dengan gerombolan separatis bersenjata Organisasi Papua Merdeka (OPM) di wilayah tersebut dihentikan.

Kata dia, ‘lagu lama’ konflik bersenjata di tanah kelahirannya itu hanya menjadikan masyarakat biasa sebagai korban dan sasaran. “Kalau pengungsian, itu memang ada. Saya melihat langsung di sana, di Ilaga kota warga memang mengungsi ke sana. Jumlah pastinya saya tidak dapat pastikan tetapi memang itu sampai ribuan,” kata tokoh pemuda setempat yang minta disembunyikan namanya ketika dihubungi Republika, Rabu (9/7/2025). Ia khawatir menjadi buruan OPM atau TNI jika identitasnya disampaikan.

Kata dia, ribuan warga pengungsi itu memang berasal dari wilayah Distrik Omukia dan Kepala Air di Puncak. Para pengungsi tersebut mencari aman dari operasi militer yang dilakukan oleh TNI-Polri. Pun juga mengungsi karena tak ingin menjadi ‘tameng hidup’ dari perlawanan kelompok bersenjata OPM.

“Pengungsian itu memang karena terjadi penyisiran oleh teman-teman dari TNI-Polri. Tetapi juga karena terjadi kontak tembak dengan teman-teman yang berbeda ideologisnya (OPM),” kata sumber tersebut.

Ia menerangkan ‘karawanan’ situasi di wilayah itu sudah berlangsung sejak awal bulan lalu. Pada 4 Juli 2025, Ia sempat bertandang ke Ilaga yang merupakan ibu kota dari Kabupaten Puncak. Saat dirinya berada di kota utama tujuan pengungsian itu ‘huru-hara’ berupa aksi-aksi pembakaran bangunan-bangunan tertentu memang terjadi.

Ia tak berani berspekulasi tentang siapa pelaku pembakaran tersebut. Pun tak ingin menjawab tentang adanya rumah bupati, maupun bangunan perkantoran pemerintah daerah yang turut dibakar habis oleh pihak-pihak tertentu itu.

Tapi dia menyesalkan pembakaran-pembakaran itu juga menyasar sarana-sarana keagamaan, seperti gereja, pun juga infrastruktur pendidikan maupun kesehatan yang selama ini sangat dibutuhkan oleh masyarakat setempat. Dan sejumlah kontak tembak di sela aksi-aksi pembakaran tersebut, semakin melengkapi ketakutan warga.

"Masyarakat hanya mendengar tentang orang-orang yang berkonflik ini (TNI-Polri dengan OPM) saja sudah takut. Apalagi dengan melihat adanya pembakaran-pembakaran dan kontak tembak. Anak siapa yang mau tinggal di tempat seperti itu?,” kata sumber itu.

Sebagai tokoh pemuda, ia bersama-sama pemuka lainnya, pun sudah berkali-kali meminta kepada otoritas pemerintah daerah, dan TNI-Polri, pun juga meminta kepada OPM sebagai pihak-pihak yang saling berseberangan agar sama-sama tak menjadikan masyarakat sebagai korban.

Dan kata dia menegaskan, meminta semua yang terlibat dalam konflik bersenjata itu untuk tak menjadikan sarana-sarana vital bagi masyarakat sebagai basis atau pos-pos TNI-Polri. Karena hal-hal tersebut dinilai sebagai pemicu bagi OPM untuk menjadikannya target bumi hangus. “Kita sudah minta kepada dewan,  dan pemerintah daerah, juga teman-teman keamanan TNI-Polri untuk tempat-tempat tertentu yang sifatnya sakral, seperti gereja, rumah-rumah ibadah, itu sama-sama kita jaga. Tempat-tempat sekolah, dan kesehatan yang tidak boleh dijadikan tempat-tempat untuk keamanan,” kata dia.

“Dan kita juga sudah ingatkan kepada teman-teman saudara-saudara kita yang di luar, yang berbeda ideologinya dengan kita (OPM) untuk sama-sama kita jaga. Kita jaga masyarakat kita. Jangan jadikan mereka tameng hidup. Ini yang kita tekankan. Jangan membakar sekolah-sekolah, dan bangunan-bangunan kesehatan, yang itu juga dilarang secara hukum perang sebagai sasaran,” sambung dia.

Atas nama pemuda di Papua, ia berharap agar otoritas pemerintah pusat di Jakarta untuk segera membuka ruang penuntasan konflik bersenjata di Bumi Cenderawasih tersebut. Karena selama ini, hanya masyarakat biasa yang terkena dampaknya langsung.

“Ini (konflik bersenjata) sudah lagu lama. Sudah terlalu lama di Papua. Saya tidak ada di pihak mana-mana. Saya hanya melihat rakyat Papua yang mereka tidak cari uang, tidak cari kekayaan, yang hidup hanya dari kebun-kebun kecil mereka sendiri, dan mereka tidak tahu-menahu tentang apa masalahnya, tetapi mereka yang menjadi korban,” kata dia. “Sudahi konflik ini. Saya mohon pemerintah pusat harus ambil bagian untuk segera menyelesaikan konflik ini,” ia menambahkan.

Read Entire Article
Politics | | | |