REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pemerintah menganugerahkan gelar pahlawan nasional pada sepuluh tokoh bersamaan dengan peringatan Hari Pahlawan pada Senin (10/11/2025). Salah satunya Letnan Jenderal (Purn) Sarwo Edhie Wibowo.
Selepas peristiwa pemberontakan 30 September, ia menjadi komandan Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD) yang kini dikenal sebagai Komando Pasukan Khusus (Kopassus). Komandan RPKAD tersebut yang menghabisi PKI di Jawa Tengah dan Jawa Timur era 1965-1967. Soeharto resmi menjadi presiden pada 1968.
Setelah menjadi Komandan RPKAD yang legendaris, ia dipromosikan menjadi panglima Kodam Bukit Barisan di Medan (1967-1968). Kemudian panglima Kodam Cenderawasih di Jayapura (1968-1970). Sarwo saat itu mengawasi penentuan pendapat rakyat (pepera) 1969 atau referendum rakyat Irian Jaya.
Sebagai Panglima Kodam Cenderawasih, Sarwo mendapatkan tugas khusus memimpin Operasi Sadar. Operasi rahasia itu bertujuan menumpas OPM (Organisasi papua merdeka) hingga ke akar-akarnya. Tetapi ia juga mendapatkan tugas merangkul orang-orang Papua untuk memenangkan Pepera yang diawasi utusan khusus Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB).
Sebanyak seribu perwakilan yang dipilih dari warga Papua kala itu memilih bergabung dengan Indonesia. Hingga saat ini, referendum kala itu terus digugat sebagian kelompok di Papua yang menilai ada rekayasa di dalamnya.
Keberhasilan Brigjen Sarwo di Irian Jaya tidak lantas mengangkat karier militernya. Misalnya, menjadi panglima Kodam di Pulau Jawa. Ia justru dipromosikan menjadi mayjen dengan jabatan gubernur Akabri di Magelang selama empat tahun (1970-1974). Di sini hikmahnya, ia mengenal ketiga calon menantunya, salah satunya Susilo Bambang Yudhoyono.
Kemudian Sarwo menjadi duta besar RI di Korea Selatan pada 1974-1978. Lalu ditugas karyakan sebagai inspektur Jenderal Kementerian Luar Negeri selama lima tahun, 1978- 1983. Pensiun sebagai letjen, ia tidak diberi kesempatan menjadi panglima Kodam di Jawa yang lebih prestise. Dia pun kehilangan kesempatan menjadi panglima Kowilhan untuk jenderal bintang tiga. Sembilan tahun, Sarwo tanpa jabatan militer. Jenderal tanpa pasukan membuatnya kehilangan kharisma, seperti era 1965-1967.
Setelah pensiun, ia diberi tugas sebagai kepala Badan Pembinaan Pendidikan Pelaksanaan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (BP-7) pada 1984-1987. Ia juga diberi jabatan sebagai dewan pengawas Bank Bumi Daya. Kemudian namanya masuk sebagai calon ketua DPR periode 1987-1992 dari Fraksi Golkar DPR RI.
Pada 1989, Setahun setelah mengundurkan diri sebagai anggota DPR, Sarwo wafat dalam usia 64 tahun. Jenderal flamboyan itu disemayamkan di Jalan Flamboyan, Kompleks Kopassus, Cijantung. Ia dimakamkan pada Hari Pahlawan di pemakaman keluarga di Mupasan, Purworejo, Jawa Tengah.
Pada 1989, Setahun setelah mengundurkan diri sebagai anggota DPR, Sarwo wafat dalam usia 64 tahun. Jenderal flamboyan itu disemayamkan di Jalan Flamboyan, Kompleks Kopassus, Cijantung. Ia dimakamkan pada Hari Pahlawan di pemakaman keluarga di Mupasan, Purworejo, Jawa Tengah.
Pada 9 November 2013 lalu, Sarwo Edhie sudah disebut akan menerima gelar pahlawan nasional pada 2014. Itu setelah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada saat itu menyetujui gelar untuk mertuanya tersebut. Namun, Presiden Joko Widodo yang mulai menjabat sebulan sebelum Hari Pahlawan pada 2014 membatalkan keputusan SBY tersebut.

2 hours ago
2











































