Tenaga Ahli Menteri ESDM: Indonesia Harus Siaga Hadapi Konflik Iran-Israel

6 hours ago 6

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tenaga Ahli Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bidang Komersialisasi dan Transportasi Minyak dan Gas Bumi, Satya Hangga Yudha Widya Putra, menyatakan Indonesia harus siaga terhadap dampak konflik Iran-Israel terhadap ketahanan energi nasional.

Dalam keterangannya di Jakarta, Senin (23/6/2025), ia menekankan pentingnya strategi mitigasi risiko di tengah ketidakpastian geopolitik guna menjaga stabilitas pasokan energi dalam negeri. “Konflik Iran-Israel semakin memanas dan harga crude harian bisa terus meningkat, yang tentunya berpengaruh terhadap Indonesia Crude Price. Karena Indonesia adalah negara importir minyak, menyubsidi beberapa jenis BBM, dan masih mengandalkan pembangkit listrik berbahan bakar diesel, kondisi ini akan menggerus APBN,” ujarnya.

Oleh karena itu, lanjutnya, perusahaan seperti PT Pertamina (Persero) perlu menyiapkan sejumlah rute alternatif demi menjaga kelangsungan rantai pasok.

Hangga mengungkapkan bahwa sejumlah lembaga internasional memproyeksikan harga minyak dapat melonjak hingga 130 dolar AS per barel, yang tentu akan berdampak signifikan terhadap Indonesia. “Proyeksi ini bukan sekadar angka, melainkan indikator bahwa Indonesia harus sangat berhati-hati. Sebagai negara pengimpor bersih minyak, dengan produksi domestik di bawah 600.000 barel per hari dan konsumsi mencapai 1,6 juta barel per hari, kita sangat rentan terhadap gejolak harga global,” jelasnya.

Ia menambahkan, impor minyak mentah dan olahan Indonesia tercatat meningkat 19 persen pada 2024. Kesenjangan tersebut membuat setiap gangguan pasokan global langsung berdampak pada anggaran negara dan memicu inflasi domestik.

Eskalasi konflik juga menempatkan pemerintah dalam dilema terkait harga bahan bakar bersubsidi, khususnya Pertalite. “Selama harga minyak global di bawah 100 dolar AS per barel, pemerintah mungkin masih bisa menghindari kenaikan harga signifikan. Namun, jika melewati ambang itu, tekanan untuk menaikkan harga BBM akan besar demi menghindari beban APBN yang tak berkelanjutan,” paparnya.

Di sisi lain, Hangga mengapresiasi langkah mitigasi risiko yang dilakukan Pertamina dan PLN dalam menyikapi krisis tersebut. Pertamina, melalui PT Pertamina International Shipping (PIS), melakukan pemantauan ketat terhadap kapal tanker di rute internasional guna memastikan keamanan.

Langkah mitigasi lainnya mencakup diversifikasi sumber minyak mentah dan penyiapan rute pelayaran alternatif. Sementara PLN memperkuat kolaborasi strategis, fokus pada transisi energi dan target net zero emission (NZE) pada 2060, serta mempercepat penggunaan energi baru dan terbarukan (EBT).

“Konflik Iran-Israel menegaskan ketahanan energi kini menjadi isu keamanan rantai pasok, bukan sekadar ketersediaan produksi,” tegasnya.

Hangga melanjutkan, krisis saat ini merupakan peluang untuk mempercepat transisi energi, mengurangi kerentanan, dan membangun masa depan energi yang mandiri dan berkelanjutan. “Indonesia tak bisa hanya menunggu stabilitas geopolitik yang rapuh. Solusinya meliputi penguatan diplomasi ekonomi, diversifikasi sumber impor, perluasan kemitraan strategis, serta optimalisasi jalur alternatif di luar Selat Hormuz,” ujarnya.

Ia juga menekankan pentingnya efisiensi energi melalui kampanye publik, percepatan program biodiesel, serta dorongan penggunaan transportasi publik. “Yang tak kalah penting adalah percepatan investasi EBT, pengurangan ketergantungan pada pembangkit diesel, serta pembangunan infrastruktur EBT yang tangguh,” ucap Hangga.

Ia menutup dengan menegaskan bahwa kebijakan fiskal yang adaptif dan transparan, termasuk skema subsidi yang fleksibel dan pembangunan cadangan minyak strategis, menjadi kunci dalam menghadapi situasi saat ini. “Dengan langkah-langkah terpadu, Indonesia bisa mengubah krisis ini menjadi peluang menuju ketahanan energi yang mandiri dan berkelanjutan,” ujarnya.

sumber : Antara

Read Entire Article
Politics | | | |