Tim Mawar, Siapa Mereka dan di Mana Sekarang?

9 hours ago 4

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pada Juli 1997, di tengah maraknya desakan demokratisasi Indonesia, sejumlah aktivis diculik tentara dari satuan Kopassus TNI-AD yang tergabung dalam Tim Mawar. Lembaran kelam tersebut kembali menjadi perhatian saat para tentara yang terlibat dan telah divonis bersalah pada masa lalu kini menduduki jabatan di pemerintahan.

Yang terkini adalah Letjen TNI Djaka Budi Utama. Ia resmi menjabat sebagai direktur jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan dalam pelantikan yang dilakukan secara tertutup, Jumat (23/5/2025). Dalam tayangan resmi pelantikan yang dilansir Kemenkeu, Djaka disebut sebagai purnawirawan alias sudah tak lagi di ketentaraan.

Ia sebelumnya menjabat sebagai sekretaris utama Badan Intelijen Negara (BIN). Tidak dijelaskan apakah yang bersangkutan sudah melepas jabatannya di badan itu. 

Djaka merupakan anggota Tim Mawar Kopassus dan pernah dipidana 16 bulan dalam kasus penculikan aktivis menjelang runtuhnya rezim Orde Baru.

Merujuk arsip Harian Republika Persidangan terhadap para anggota Tim Mawar dilakukan mulai 23  Desember 1998 di Mahkamah Militer Tinggi II Jakarta. Sidang menghadirkan 11 prajurit kesatuan Baret Merah, yang didakwa melakukan penculikan aktivis.

Persidangan dipimpin Hakim Ketua Kolonel CHK Susanto beserta hakim anggota Kolonel CHK Yamini dan Kolonel CHK Zainuddin, dakwaan dibacakan oleh Oditur Militer (Odmil) Kolonel CHK Harom Wijaya dan Odmil pengganti Kolonel CHK Suratman.

Dalam uraian dakwaan Odmil  terungkap bahwa Mayor Inf Bambang Kristiono (terdakwa I) telah membentuk Satgas dengan nama ''Tim Mawar'' yang beranggotakan 10 terdakwa lainnya. Menurut Odmil, satgas tersebut melakukan penculikan terhadap orang-orang yang dianggap radikal dengan alasan terpanggil hati nuraninya untuk mengamankan kepentingan nasional.

Kesebelas tentara yang diajukan sebagai terdakwa adalah Mayor Inf Bambang Kristiono (terdakwa I), Kapten Inf FS Multhazar (II), Kapten Inf Nugroho Sulistyo Budi (III), Kapten Inf Yulius Selvanus (IV), Kapten Inf Untung Budi Harto (V), Kapten Inf Dadang Hendra Yudha (VI), Kapten Inf Djaka Budi Utama (VII), Kapten Inf Fauka Noor Farid (VIII), Serka Sunaryo (IX), Serka Sigit Sudianto (X), dan Sertu Sukadi (XI).

Dalam dakwaannya, Odmil menyatakan para terdakwa telah melakukan tindakan pidana dengan membawa pergi seseorang dari tempat kediaman atau tempat tinggal sementara, dengan maksud untuk menempatkan orang itu secara melawan hukum di bawah kekuasaannya atau kekuasaan orang lain atau untuk menempatkan dia dalam kesengsaraan.

Menurut Odmil, Bambang membentuk satgas yang melakukan penculikan terhadap para aktivis yang dianggap “radikal” karena terpanggil untuk mengamankan kepentingan nasional. Menurut penilaian terdakwa, kata Odmil, tindakan para aktivis yang dianggap radikal tersebut akan mengganggu stabilitas nasional. ''Hal ini diperkuat dengan adanya kegiatan para aktivis yang diduga mendalangi kejadian-kejadian seperti aksi unjuk rasa,'' lanjutnya.

Dalam menjalankan tugasnya, kata Odmil, Tim Mawar, melakukan operasi yang bersifat sangat rahasia atau tertutup. Operasi menggunakan kode hitam dengan posko berdiri sendiri, kata Odmil. Dijelaskan Odmil, Tim Mawar kemudian menemukan nama Andi Arief dan Nezar Patria tergolong dalam aktivis radikal. Pada 27 Januari 1998, Bambang memanggil Kapten Multhazar dan Kapten Nugroho dan memberikan penjelasan bahwa pada 23 Januari 1998 ada sekelompok orang yang mengadakan pertemuan di markas GRM Jagakarsa, Jaksel.

Saat itu Bambang memberikan dokumen semacam notulen rapat berisi rencana makar dalam bentuk sabotase ekonomi dengan melakukan kerusuhan yang bertujuan menggagalkan SU MPR. Bambang kemudian memerintahkan Multhazar dan Nugroho melakukan penangkapan terhadap aktivis radikal.

Penangkapan dimulai dari aktivis Desmon J Mahesa yang dilakukan oleh Kapten Yulius, Kapten Dadang, dan Kapten Djaka pada 3 Februari 1998 di depan Departemen Pertanian, Salemba. Desmon ditutup matanya dan kemudian dibawa ke Cijantung melalui Salemba, Kramat, Kwitang, Patung Tani, Gondangdia, Cikini, Diponegoro, Pramuka, Tol Jagorawi, dan Kampung Rambutan. Desmon dilepas di Terminal F Bandara Soekarno-Hatta 2 April 1998.

Penangkapan berikutnya dilakukan terhadap Pius Lustrilanang yang dilakukan Untung, Fauka, Sunaryo, dan Sukadi di pintu gerbang RSCM, 2 April 1998. Setelah diborgol dia dibawa ke Cijantung melalui Salemba, Pramuka, Tol Priuk-Cawang, Cibubur, dan Kampung Rambutan.

Haryanto Taslam ditangkap di sekitar TMII pada 7 Maret 1998 oleh Dadang, Yulius, Djaka, Sunaryo, dan Sukadi. Dia dibawa ke Cijantung melalui Cipayung, Ciracas, Kelapa Dua, Arah Depok, Tol TB Simatupang, dan keluar di Pasar Rebo. Dia dilepas di Bandara Husein Sastranegara pada 14 April 1998.

Sasaran berikutnya adalah Rahardjo Waluyo Djati dan Faisol Reza. Keduanya ditangkap di kantor RSCM oleh dua tim pasukan Kopassus dipimpin Kapten Multhazar pada 12 Maret 1998. Mereka dibawa ke Cijantung melalui Jalan Pramuka, Tol Cawang, Cibubur, kembali ke Kampung Rambutan, dan Pasar Rebo. Rahardjo dilepas 25 April di Stasiun KA Jatinegara dan Faisol di Stasiun Gambir pada hari yang sama.

Tim Mawar kemudian melakukan operasinya terhadap aktivis yang diduga merakit bom di Rusun Tanah Tinggi -- dan kemudian meledak. Pada 13 Maret 1998 mereka menangkap Aan Rusdianto dan Nezar Patria di Rusun Klender. Aan dan Nezar dibawa dalam mobil berbeda ke Cijantung melalui Jatinegara, Cawang, Tol Ciawai, Kampung Rambutan, dan Pasar Rebo. Selain itu Tim Mawar juga menyita barang-barang bukti.

Di tempat yang sama, malam harinya Tim Mawar juga menangkap Mugianto. Aan, dan Nezar. Mereka diserahkan ke Korpserse Polda Metro Jaya pada 15 Maret 1998. Tim kemudian menyimpulkan bahwa pelaku utama peledakan rusun adalah Andi Arief. Lalu, Andi ditangkap di Lampung pada 28 Maret 1998 dan dibawa ke Cijantung.

Dakwaan saat itu tak menyebut adanya penyiksaan oleh para terdakwa kepada saksi korban. 

Hal itu berbeda dengan keterangan korban penculikan Pius Lustrilanang, yang tetap mengatakan ia mengalami tindak kekerasan saat diculik. Dia saat itu mengaku disetrum, direndam di bak air, disulut rokok, dan dibaringkan di balok es. Katanya, saat memberikan keterangan BAP dia mengaku telah membeberkan semua yang diketahuinya termasuk penganiayaan terhadap dirinya. 

Vonis Tim Mawar...

Read Entire Article
Politics | | | |