Sejarah 2025-05-25 02:18:52

KURUSETRA -- Salam Sedulur... Jamaah haji saat ini mendapatkan kemudahan ketika berangkat ke Tanah Suci. Dengan hanya menempuh 8 jam perjalanan menggunakan pesawat terbang, jamaah haji bisa sampai ke Madinah dan Mekkah untuk menunaikan ibadah haji. Padahal, tempo dulu umat Islam Indonesia yang ingin naik haji harus menempuh waktu berbulan-bulan karena harus menggunakan kapal laut. Bahkan sebelum ditemukannya kapal uap pada 1920 diperlukan waktu bertahun-tahun untuk sampai ke Tanah Suci. Dengan kapal uap pun diperlukan waktu tiga sampai enam bulan baru kembali ke tanah air.
Karena lamanya waktu, baik di perjalanan maupun selama di tanah suci, bawaan para calon haji pun seabrek-abrek. Seperti panci, beras, ikan asin, terasi, cabe, bawang, dan kerupuk. Maklum pada zaman ‘kuda gigi besi’ barang dan makanan ini susah didapat di Arab Saudi.
Pokoknya pergi haji di tempo doeloe seolah-olah siap untuk mati. Tidak heran mereka yang akan menunaikan ibadah haji kala itu selalu dilepas dengan kebesaran.
Scroll untuk membaca
Scroll untuk membaca
”Bang, jangan lupa name kita di panggil-panggil di depan ka’bah. Kirim juga salam pada Nabi. Semoga kita bisa ziarah.”
BACA JUGA: Viral Lagu Mangu Fourtwnty, Seperti Kisah Pernikahan Beda Agama Putri Rasulullah
Mereka yang melepas keluarga atau kerabatnya akan mengucapkan kata-kata diatas sambil menangis. Bahkan, seperti dituturkan oleh H Irwan Syafi’ie, 75 tahun, yang selama 21 tahun menjadi lurah di tiga kampung di Jakarta Selatan, begitu berhasratnya masyarakat yang ingin menunaikan ibadah haji, sampai ada yang menitipkan namanya dalam amplop untuk disampaikan di makam Nabi. Mereka yang berperilaku demikian umumnya dari Jakarta pinggiran (udik).
Kembali ke masa kapal layar, begitu lamanya pergi haji naik kapal ini, sehingga orang di tanah air tidak bisa mendengar kabar bagaimana keadaan keluarganya yang pergi haji. Lamanya perjalanan bisa dimaklumi karena kapal harus singgah di belasan kota dan negeri sebelum sampai ke Arab Saudi. Belum lagi kemungkinan menghadapi bahaya badai selama pelayaran.
Tapi, berbagai kesulitan tersebut tidak pernah memadamkan semangat orang Betawi untuk berhaji. Ketika itu semua jamaah harus dikarantina dan diturunkan di Kamerun, Afrika Utara, selama tiga hari. Mereka mandi dengan air asin dan jumlah makanan yang ada juga kurang dari semestinya.
Ikuti Ulasan-Ulasan Menarik Lainnya dari Penulis Klik di Sini