Ulasan dan Apresiasi Puisi 'Di Sepersekian Detik Pertemuan'

2 hours ago 2

Image taufik sentana

Sastra | 2025-05-14 01:30:39

adaptasi.ts

Puisi "Di Sepersekian Detik Pertemuan" karya Taufik Sentana adalah sebuah kontemplasi mendalam tentang waktu, kesadaran, dan hakikat pertemuan dalam memaknai kehidupan.

Dengan diksi yang kuat, metafora yang kaya, dan alur pemikiran yang mengalir, puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan momen-momen singkat yang ternyata menyimpan potensi pemahaman yang mendalam.

Apresiasi terhadap Aspek-Aspek Puisi:

1. Metafora:

Penggunaan metafora yang kuat dan evokatif terasa sejak baris pertama, di mana Taufik Sentana menghadirkan personifikasi waktu yang begitu hidup dan menghakimi ("Waktu seperti menghujatku. Mata waktu yang tajam dan sepi. tangannya yang menjadi kelam."). Citra "mata waktu yang tajam dan sepi" serta "tangannya yang menjadi kelam" menciptakan atmosfer yang melankolis dan penuh perenungan.

Metafora tadi berhasil menggambarkan bagaimana waktu terkadang terasa sebagai kekuatan yang tak terhindarkan dan bahkan menekan.

Penggunaan metafora alam juga sangat menonjol, seperti "Gerbang senja yang tenteram," "Malam dan hujan menari," dan "Pagi telah menjadi awan kembali."

Metafora-metafora itu tidak hanya memperindah bahasa puisi, tetapi juga memperluas makna, menghubungkan pengalaman personal dengan siklus alam yang abadi.

Siklus laut, angin, purnama, gravitasi, dan musim menjadi latar yang megah untuk merenungkan perjalanan hidup manusia.

2. Nada dan Suasana:

Puisi ini tidak hanya berbicara tentang waktu sebagai ukuran linear, tetapi lebih sebagai sebuah entitas yang memiliki kualitas dan pengaruh psikologis.

Frasa "kesadaran di sepersekian detik pertemuan" menjadi inti dari puisi ini. Taufik Sentana menyiratkan bahwa momen-momen singkat dalam pertemuan, yang mungkin terlewatkan begitu saja, justru menyimpan potensi pencerahan dan pemahaman yang mendalam.

Gagasan bahwa "Orang pikir hidup hanya pelampiasan hingga tiba pada satu jeda yang membuka semua"

ada sorotan bagaimana seringkali manusia menjalani hidup tanpa kesadaran penuh, hingga sebuah momen singkat mampu mengubah perspektif secara radikal. "Sepersekian detik saja kesadaran akan membuat kita mengerti dan tenteram": adalah sebuah pernyataan yang kuat tentang kekuatan momen dan kehadiran pikiran.

Puisi ini membawa pembaca dalam perjalanan batin penyair. Ungkapan:

"Aku bergerak dalam perjalanan tubuh. Diantara kilatan cahaya dan perjalanan pangkal cinta. Oo..ada rindu yang dangkal." memperlihatkan sebuah refleksi tentang eksistensi diri, cinta, dan kerinduan yang mungkin terasa superfisial.

Kemudian, muncul kesadaran yang lebih dalam:

"Kepala telah ditumbuhi mimpi yang khusuk. Bukan kepasrahan pada takdir. Tapi penyadaran di sepersekian detik pertemuan." Ini menunjukkan sebuah transformasi dari mungkin kekosongan atau kerinduan yang dangkal menuju pemahaman yang lebih mendalam dan aktif terhadap kehidupan.

3.Tema dan Amanat:

Bagian "Kenangan akan terjungkal dalam pelepasan yang karam. Kecuali dalam pengharapan dan sujud yang luruh. Rebah." menyentuh tema tentang bagaimana kenangan dapat membebani dan hanya bisa diringankan melalui penerimaan dan spiritualitas ("pengharapan dan sujud yang luruh"). Kata "rebah" di akhir kalimat ini memberikan kesan kepasrahan dan keheningan.

Puisi ini juga menyiratkan kritik terhadap kehidupan modern dengan adanya "Kota kota menjalar dalam gelombang maya" dan "Kesadaran optik yang sempit mengkikis kesadaran kosmik."

Taufik Sentana melihat adanya potensi dehumanisasi dan hilangnya koneksi dengan alam semesta yang lebih luas akibat fokus yang berlebihan pada dunia virtual dan material. Akibatnya, "Rindu jadi kosong," menunjukkan adanya kehilangan makna dalam relasi dan emosi.

Pemilihan kata dalam puisi ini sangat cermat dan memberikan efek yang kuat. Kata-kata seperti "menghujatku," "kelam," "tenteram," "khusuk," "karam," dan "luruh" menciptakan resonansi emosional yang mendalam.

Meskipun tidak terikat pada rima dan ritme yang konvensional, puisi ini memiliki alunan internal yang terasa melalui pengaturan kata dan frasa.

Kesimpulan:

"Di Sepersekian Detik Pertemuan" adalah puisi yang kaya makna dan menggugah pemikiran. Taufik Sentana berhasil merangkai metafora yang indah, merenungkan konsep waktu dan kesadaran dengan mendalam, serta menyampaikan perjalanan batin yang personal namun juga universal.

Puisi ini tidak hanya menawarkan keindahan bahasa, tetapi juga mengajak pembaca untuk lebih menghargai momen-momen singkat dalam hidup dan mencari kesadaran yang lebih dalam di tengah hiruk pikuk dunia.

Puisi ini adalah bukti bahwa dalam kesederhanaan sebuah pertemuan, tersimpan potensi pemahaman yang tak ternilai harganya.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Read Entire Article
Politics | | | |