REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Komik Locust karya Iskandar Salim dan Shiella Witanto akan menjadi salah satu wakil Indonesia di Festival Film Cannes 2025. Karya yang digarap di bawah naungan Kosmik Studio ini tidak hanya mengeksplorasi cerita fiksi horor, namun juga mengangkat latar sejarah kelam pengungsian etnis Tionghoa di Medan, Indonesia, pada 1960-an.
Pendiri Kosmik Studio, Sunny Gho, mengungkapkan bahwa komik Locust mengikuti karakter Min (12 tahun) dan Yun (5 tahun), dua anak dari komunitas Tionghoa di Medan yang terpaksa tinggal di gudang tembakau bersama puluhan pengungsi lain sembari menunggu pemulangan ke China. Cerita berubah mencekam saat seorang hilang secara misterius dan diduga dimangsa oleh makhluk gaib bernama Setan Daruet, belakang merah yang mampu merasuki tubuh manusia.
Menurut Sunny, latar belakang komik ini merujuk pada peristiwa nyata. Pada 8 Mei 1966, Pangdam Aceh Brigjen Ishak Djuarsa kala itu memerintahkan seluruh warga keturunan Tionghoa meninggalkan Aceh sebelum 17 Agustus 1966 karena dicap komunis. Akibatnya, lebih dari 15 ribu orang mengungsi ke Medan dan tinggal di tempat-tempat darurat seperti gudang tembakau dan kelenteng. Yang menarik, salah satu warga etnis Tionghoa yang dulu turut mengungsi adalah ibu dari Iskandar Salim.
“Cerita ini juga berangkat dari pengalaman pribadi. Ibu dari Iskandar Salim, salah satu kreator komik Locust, merupakan salah satu pengungsi Tionghoa saat peristiwa itu terjadi,” kata Sunny saat diwawancara usai talkshow "Dari Jakarta ke Cannes" di TIM, Jakarta Pusat, Rabu (23/4/2025).
Menurut Sunny, Locust tidak hanya menyajikan kisah horor, namun juga menyentuh isu rasial dan ketegangan sosial yang bisa relevan dengan masyarakat global. Karenanya meski cerita ini didasarkan pada sejarah lokal di Indonesia, namun akan dapat relevan dengan berbagai komunitas minoritas termasuk komunitas kulit hitam.
“Salah satu concern sebuah IP Indonesia dibawa ke Cannes itu kan, ya selain mengangkat isu kelokalan, tapi juga bisa relevan gitu dengan masyarakat global. Dan saya rasa isu yang diangkat oleh komik Locust sangat relevan dengan apa yang juga terjadi di global,” kata dia.
Meski belum terbit secara penuh, namun menurut Sunny, komik ini sudah mendapat banyak perhatian dari berbagai rumah produksi dalam negeri. Empat rumah produksi telah menyatakan minatnya untuk mengadaptasi Locust ke layar lebar. Salah satu di antaranya kini tengah bekerja sama dengan Kosmik Studio untuk mengembangkan film adaptasi dengan memberikan ruang kreatif bagi penulis asli, Iskandar Salim, untuk terlibat langsung dalam penulisan naskah.
“PH yang saat ini bekerja sama belum bisa kami ungkap. Tapi meskipun sudah ada kerja sama, mereka tetap memberi kami kebebasan untuk mencari peluang di Cannes. Harapan kami, Locust bisa menjadi karya internasional dengan tetap mempertahankan unsur lokal,” kata Sunny.
Keikutsertaan Locust di Cannes juga dianggap sebagai langkah awal untuk memperkenalkan IP komik Indonesia ke pasar global. Sunny berharap keterlibatan di Cannes dapat membuka jalan bagi distribusi, kolaborasi produksi, hingga adaptasi film dengan standar internasional. Selain Locust, komik lain yang akan berpartisipasi dalam program Marche du Films di Festival Film Cannes 2025 adalah Bandits of Batavia karya Beyondtopia dan Jitu karya Haryadhi dan Yudha Negara Nyoman.