REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rektor IPB University Prof Arif Satria menjelaskan, pertemuan Presiden Prabowo Subianto dan ratusan rektor perguruan tinggi negeri dan swasta untuk membangun kepercayaan diri bangsa Indonesia. "Itu yang paling pokok. Bahwa kita bangsa besar, kita bangsa yang memiliki potensi yang sangat besar," kata Arif di Istana Kepresidenan Jakarta, Kamis (14/5/2025) malam WIB.
Arif menjelaskan, pertemuan Presiden Prabowo dan para rektor diisi dengan ceramah mulai pukul 16.30 WIB hingga Maghrib. Setelah itu, semua peserta buka bersama dan menunaikan sholat. Acara dilanjutkan pemaparan Presiden Prabowo mulai pukul 19.00 WIB sampai 20.00 WIB. Ketika sesi tanya jawab dibuka, ia memanfaatkan momen itu untuk menunjukkan prestasi IPB University dalam bidang pertanian masuk 50 besar dunia.
"Jam delapan, kemudian dibuka pertanyaan. Tadi beliau ini, ah paling mungkin nggak ada pertanyaan. Terus saya angkat tangan saya bertanya. Saya menanyakan terkait dengan bagaimana mengatasi food loss and food waste. Saya juga memberikan kabar kepada Pak Presiden bahwa dua hari lalu IPB masuk dalam bidang pertanian dan kehutanan. Ranking kita di ranking 49," kata Arif.
Momen itu digunakan Arif untuk mempromosikan IPB University. "Kita di Asia nomor 10 dan di Asia Tenggara nomor 1. Nah jadi itu yang tadi saya sebutkan. Beliau sangat gembira sekali dengan capaian IPB. Kenapa? Karena ini adalah sebuah menurut beliau capaian yang sangat bagus," ucap Arif.
Tidak berhenti sampai di situ, Arif juga menyampaikan, hasil riset IPB University untuk mendukung program ketahanan pangan Presiden Prabowo. "IPB punya varietas unggul yang sudah diterapkan dengan 12 ton per hektare. Namanya BP3S dan sudah diterapkan di 26 provinsi. Jadi Pak Presiden tadi sangat senang karena kampus banyak yang produksi benih-benih unggul untuk swasembada pangan," kata Arif.
Selain itu, menurut Arif, Presiden Prabowo juga menyinggung tentang dana riset di Indonesia yang masih rendah. Dia mencatat, alokasi riset di Indonesia hanya 0,3 persen dari produk domestik bruto (PDB) atau gross domestic product (GDP). Dia menyebut, Presiden Prabowo berkomitmen menaikkan anggaran riset secara berkala.
"Masih rendah kita. Ya tadi saya menyampaikan ke Pak Presiden agar dana riset bisa ditingkatkan dengan meningkatkan peran swasta maupun juga peran BUMN. Anggaran itu idealnya kalau bisa 2 persen dari GDP aja udah bagus sekali," ujar Arif.
Dia menjelaskan, dana riset membutuhkan pembiayaan besar karena memang riset itu adalah fondasi bagi bangsa untuk menciptakan inovasi. Jika melihat skor Global Innovation Index, menurut Arif, selalu berkorelasi positif dengan PDB per kapita per tahun. Negara yang memiliki skor Global Innovation Index tinggi hampir pasti memiliki skor GDP per kapita per tahun yang tinggi pula.
"Jadi kalau kita ingin menjadi negara maju gak ada cara selain inovasi. Untuk mendorong inovasi mau tidak mau harus melakukan riset. Untuk riset maka butuh biaya riset yang tinggi. Oleh karena tadi Pak Presiden juga menyambut baik adanya penguatan ekosistem riset untuk mendukung kemandirian bangsa ini," ucap Arif.