Siti Ramadine
Politik | 2025-06-27 20:42:11
Demokrasi di Indonesia saat ini sedang menghadapi persimpangan jalan: apakah akan terus maju atau justru mundur. Sejak tumbangnya rezim Orde Baru pada 1998, Indonesia sebenarnya sudah mencatat banyak kemajuan. Kita bisa melihat adanya kebebasan pers, banyak partai politik, dan pemilihan umum yang berjalan damai. Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) dari BPS pun masih terbilang tinggi, sekitar 79,5 pada tahun 2023. Namun, sejumlah lembaga internasional menunjukkan tren yang mengkhawatirkan.
Freedom House pada tahun 2024 menurunkan status Indonesia dari “Free” menjadi “Partly Free”, dengan skor hanya 57 dari 100. Amnesty International juga mencatat penurunan tajam sejak tahun 2019. Lembaga lain seperti Press Freedom Index, Economist Intelligence Unit, dan V-Dem juga menunjukkan bahwa kualitas demokrasi di Indonesia sedang melemah. Ini menjadi sinyal bahwa cita-cita reformasi yang dulu diperjuangkan kini sedang terancam.
Pencapaian Reformasi dan Tantangan Terkini
Setelah reformasi 1998, Indonesia berhasil melakukan banyak perubahan besar. Pemerintah tidak lagi terpusat di Jakarta saja, tetapi kekuasaan mulai dibagi ke daerah-daerah. Pemilu dilakukan secara langsung, dan media bisa bekerja lebih bebas dibanding zaman sebelumnya. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, muncul tanda-tanda bahwa demokrasi kita sedang mengalami kemunduran.
Freedom House menyoroti beberapa masalah serius yang masih belum terselesaikan, seperti korupsi yang meluas, kekerasan terhadap kelompok minoritas, konflik berkepanjangan di Papua, dan penggunaan hukum untuk membungkam kritik. Data dari BPS juga menunjukkan bahwa aspek kebebasan dalam indeks demokrasi menurun pada 2023, dari 80,3 menjadi 77,5 poin.
Beberapa aturan baru makin memperkuat kekhawatiran ini. Misalnya, revisi Undang-Undang ITE dan KUHP memuat pasal-pasal yang bisa digunakan untuk membungkam pendapat atau kritik, seperti larangan menghina pejabat atau menyebarkan “informasi palsu”. Banyak yang khawatir aturan ini bisa disalahgunakan. Revisi UU KPK juga dianggap melemahkan lembaga antikorupsi yang dulu sangat dihormati.
Kasus-kasus pembatasan kebebasan juga makin sering terjadi. Mahasiswa, seniman, dan aktivis pernah dipanggil polisi atau dihentikan acaranya karena menyampaikan kritik lewat seni, lagu, atau media sosial. Selain itu, keputusan Mahkamah Konstitusi yang membolehkan putra Presiden maju sebagai calon wakil presiden, meski belum cukup umur, juga memicu perdebatan dan kecurigaan publik. Semua ini menunjukkan bahwa demokrasi kita sedang menghadapi ujian serius.
Penguatan Demokrasi dan Partisipasi Publik
Meskipun demokrasi Indonesia menghadapi banyak tantangan, harapan untuk memperkuatnya masih sangat terbuka. Salah satu buktinya adalah masyarakat yang tetap aktif menyuarakan pendapat dan turun ke jalan saat melihat kebijakan yang dianggap tidak adil. Mahasiswa, buruh, aktivis, seniman, hingga kelompok masyarakat sipil lainnya terus bergerak mengawasi jalannya pemerintahan.
Misalnya, pada tahun 2024 lalu, ribuan orang di berbagai kota ikut aksi menolak perubahan undang-undang pemilu yang dianggap tidak demokratis. Tekanan publik ini berhasil membuat DPR membatalkan rencana tersebut. Selain itu, media dan kelompok pemantau independen juga tetap aktif mengawasi pelaksanaan pemilu dan mengungkap berbagai kecurangan. Banyak anak muda sekarang juga mulai terlibat dalam gerakan sosial dan politik, menunjukkan bahwa kesadaran demokrasi di kalangan generasi baru semakin tumbuh.
Untuk memperkuat demokrasi ke depan, kita perlu mendorong kebijakan yang lebih terbuka, adil, dan melibatkan masyarakat. Pemerintah harus lebih transparan dan mau mendengar suara rakyat sebelum membuat keputusan penting. Selain itu, hukum harus ditegakkan secara adil dan tidak memihak, supaya kepercayaan publik bisa tumbuh. Keterlibatan warga dalam diskusi kebijakan, musyawarah desa, atau lewat teknologi seperti e-government bisa membuat masyarakat merasa lebih memiliki negara ini.
Kalau semua pihak, baik pemerintah, aparat, maupun masyarakat bekerja sama menjaga nilai-nilai demokrasi, maka cita-cita reformasi tidak akan sia-sia. Justru, kita bisa menjadikan Indonesia sebagai negara demokratis yang lebih kuat dan adil untuk semua.
Rekomendasi Kebijakan
Agar demokrasi Indonesia bisa tetap kuat dan tidak makin mundur, ada beberapa hal penting yang perlu segera dilakukan:
1. Perbaiki Undang-Undang yang Bermasalah
Beberapa aturan hukum yang ada sekarang justru membatasi kebebasan warga negara. Misalnya, pasal-pasal di UU ITE atau KUHP yang bisa menjerat orang hanya karena menyampaikan pendapat. Pasal-pasal seperti ini sebaiknya dihapus atau diubah supaya tidak gampang disalahgunakan. UU KPK yang dulu kuat sekarang malah dilemahkan, ini juga perlu ditinjau ulang agar pemberantasan korupsi bisa berjalan lagi dengan baik.
2. Tingkatkan Keterbukaan dan Pengawasan
Pemerintah harus membuka lebih banyak informasi kepada masyarakat. Misalnya, lewat situs resmi atau forum publik. Lembaga-lembaga seperti DPR, BPK, dan badan pengawas lain harus aktif mengawasi penggunaan anggaran dan jalannya program pemerintah. Teknologi digital juga bisa dimanfaatkan untuk membuat pemerintahan lebih transparan dan mudah diawasi.
3. Libatkan Masyarakat dalam Keputusan Penting
Warga seharusnya tidak hanya jadi penonton dalam kebijakan, tapi ikut dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan. Pemerintah bisa membuka ruang dialog, musyawarah warga, atau forum daring untuk mendengar masukan. Pendidikan politik juga penting, terutama bagi generasi muda agar mereka bisa kritis dan aktif menjaga demokrasi.
4. Tegakkan Hukum Secara Adil dan Melindungi HAM
Semua orang harus diperlakukan sama di hadapan hukum. Pelanggaran hak asasi manusia, seperti kekerasan aparat atau perampasan tanah, harus diusut secara adil. Aparat penegak hukum juga perlu diawasi agar tidak bertindak sewenang-wenang. Lembaga seperti Komnas HAM harus diperkuat perannya untuk memastikan keadilan benar-benar ditegakkan.
5. Perbaiki Sistem Politik dan Pemilu
Partai politik perlu diperbaiki dari dalam agar lebih terbuka dan tidak hanya dikuasai segelintir orang. Keuangan partai dan kampanye juga harus transparan. Pemilu harus terus dijaga supaya jujur dan adil, dengan pengawasan yang kuat dan aturan yang tegas bagi pelanggar.
Simpulan
Demokrasi di Indonesia memang sudah berjalan cukup lama sejak Reformasi 1998, tapi sekarang sedang menghadapi banyak tantangan. Beberapa kebijakan dan aturan hukum justru membatasi kebebasan warga, sementara praktik kekuasaan makin sulit diawasi. Meski begitu, masih ada harapan besar. Masyarakat Indonesia terbukti masih peduli dan berani bersuara ketika ada yang tidak beres.
Agar demokrasi tidak terus mundur, semua pihak, baik pemerintah, aparat, partai politik, maupun masyarakat harus bekerja sama menjaga nilai-nilai dasar demokrasi: keadilan, kebebasan, partisipasi, dan transparansi. Pemerintah harus lebih terbuka, hukum harus ditegakkan secara adil, dan warga harus terus aktif terlibat dalam kehidupan politik.
Dengan komitmen bersama dan kebijakan yang berpihak pada rakyat, demokrasi Indonesia bisa tetap tumbuh dan menjadi lebih kuat di masa depan. Reformasi bukan sekadar masa lalu, tapi semangat yang harus terus dijaga.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.