Dokter Sebut Stres Bisa Tingkatkan Risiko Cacar Api Hingga 47 Persen

3 hours ago 4

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Cacar api atau herpes zoster tercatat sebagai salah satu penyakit kulit yang banyak dikeluhkan masyarakat. Menurut data Halodoc, platform layanan kesehatan digital, terdapat lebih dari 1.000 konsultasi terkait cacar api setiap bulannya.

Dokter spesialis kulit dan kelamin, dr Frieda, mengatakan penyakit ini bisa menyerang siapa saja, meski ada beberapa kelompok yang paling berisiko. Salah satunya adalah individu yang mengalami stres.

"Stres menjadi salah satu pemicu utama, terutama pada kelompok usia produktif. Risikonya bisa meningkat hingga 47 persen," kata dr Frieda dalam webinar Halodoc, Kamis (17/6/2025).

Selain stres, sejumlah kondisi medis juga turut meningkatkan risiko, seperti diabetes yang meningkatkan kemungkinan terkena herpes zoster hingga 40 persen, serta penyakit jantung dengan risiko naik sekitar 34 persen. Penderita gangguan autoimun berisiko satu hingga dua kali lipat lebih tinggi, sementara pada penderita HIV/AIDS, risikonya melonjak hingga 3,2 kali lipat.

Gangguan pernapasan seperti asma dan PPOK juga menjadi faktor pemicu, dengan peningkatan risiko sekitar 30 persen. "Riwayat cacar api dalam keluarga pun tak bisa diabaikan, karena bisa meningkatkan risiko hingga 2,4 kali lipat," ujar dr Frieda.

Meski kasusnya cukup tinggi, ia menyebut bahwa pilihan pengobatan herpes zoster hingga saat ini masih terbatas. Secara umum, pengobatannya tidak jauh berbeda dengan cacar air, namun pengelolaannya harus dilakukan sedini mungkin.

"Terapi paling ideal diberikan dalam 72 jam pertama sejak ruam muncul. Pada tahap ini, antivirus bisa membantu mengurangi tingkat keparahan serta mempercepat durasi penyakit," ujar dr Frieda.

Antivirus yang paling sering digunakan adalah asiklovir karena mudah diakses dan cukup efektif. Selain itu, ada juga valasiklovir sebagai alternatif dari golongan yang lebih baru. Namun, kedua jenis antivirus ini tidak dapat mencegah terjadinya komplikasi jangka panjang akibat cacar api, seperti nyeri saraf yang menetap (neuralgia pascaherpes).

Sayangnya, banyak pasien datang terlambat, umumnya setelah hari ke-7 saat ruam sudah menyebar sepenuhnya. Dalam kondisi tersebut, fokus pengobatan bergeser ke penanganan komplikasi, terutama nyeri.

"Terapi antinyeri diberikan, biasanya menggunakan obat untuk nyeri saraf seperti antidepresan trisiklik, agen topikal, atau kombinasi lainnya. Tapi sering kali, meski sudah diobati, pasien tetap merasa belum puas karena nyerinya bisa menetap cukup lama," kata dr Frieda.

Karena itu, ia menekankan pentingnya kesadaran masyarakat terhadap gejala awal cacar api dan segera mencari pengobatan. Vaksinasi juga menjadi salah satu upaya pencegahan yang direkomendasikan, terutama bagi kelompok usia lanjut dan individu dengan faktor risiko tinggi.

Read Entire Article
Politics | | | |