REPUBLIKA.CO.ID, GAZA – Ribuan anak-anak Palestina di Jalur Gaza menghadapi peningkatan ancaman kelaparan seiring dengan berlanjutnya blokade Israel terhadap makanan, air dan pasokan penting lainnya ke wilayah tersebut. Badan hak-hak anak PBB (UNICEF) mengatakan pada Jumat bahwa lebih dari 9.000 anak telah dirawat karena kekurangan gizi akut sejak awal tahun ini.
Namun situasi semakin memburuk sejak Israel memberlakukan blokade total terhadap wilayah kantong Palestina pada awal Maret. “Selama dua bulan, anak-anak di Jalur Gaza menghadapi pemboman tanpa henti dan kehilangan barang-barang penting, layanan dan perawatan untuk menyelamatkan nyawa,” kata Direktur Eksekutif UNICEF Catherine Russell dalam pernyataan semalam.
“Dengan berlalunya hari-hari blokade bantuan, mereka menghadapi risiko kelaparan, penyakit, dan kematian yang semakin besar – tidak ada yang bisa membenarkan hal ini.” Israel telah memblokir semua bantuan kemanusiaan untuk menjangkau warga Palestina di Gaza sejak 2 Maret, sehingga memicu kecaman internasional.
Program Pangan Dunia PBB mengatakan pekan lalu bahwa persediaan makanannya telah “habis” di tengah pengepungan tersebut, dan memperingatkan bahwa dapur umum yang menjadi andalan ribuan warga Palestina akan terpaksa ditutup.
“Kami tidak bertanya apakah makanan itu bergizi atau tidak, segar atau enak; itu sebuah kemewahan, kami hanya ingin mengisi perut anak-anak kami,” seorang orangtua Palestina yang menjadi pengungsi baru-baru ini mengatakan kepada Amnesty International tentang krisis ini. “Saya tidak ingin anak saya mati kelaparan.”
Pemerintah Israel mengatakan blokadenya untuk memberikan tekanan pada kelompok Palestina Hamas agar melepaskan tawanan yang ditahan di Gaza. Namun hal ini belum menghasilkan pembebasan lagi sejak gencatan senjata awal tahun ini, yang mengharuskan tahanan Palestina ditukar dengan tawanan Israel.
Sementara itu, pejabat Hamas Abdel Rahman Shadid pada hari Jumat menuduh Israel menggunakan kelaparan sebagai “senjata perang yang disengaja” terhadap warga Palestina. “Anak-anak sekarat karena kekurangan susu, bukan hanya karena bom,” kata Shadid dalam sebuah pernyataan yang dipublikasikan di saluran Telegram kelompok tersebut.
Pakar hukum dan kelompok hak asasi manusia telah mencatat bahwa, sebagai kekuatan pendudukan, Israel mempunyai kewajiban berdasarkan hukum internasional untuk menyediakan makanan dan bantuan lainnya kepada warga Palestina di Jalur Gaza. Mereka mengutuk blokade tersebut sebagai pelanggaran terhadap Konvensi Jenewa Keempat.
Ratusan ribu warga Palestina dari segala usia mengalami kerawanan pangan tingkat tinggi di Gaza, menurut sistem Klasifikasi Fase Ketahanan Pangan Terpadu (IPC), sebuah badan pengawas kelaparan global.
Amjad Shawa, direktur Jaringan LSM Palestina, mengatakan kepada Al Jazeera bahwa situasinya memburuk dengan cepat karena fasilitas kesehatan kekurangan pasokan yang diperlukan untuk merawat anak-anak yang menderita kekurangan gizi.
“Kami tidak memiliki persediaan makanan atau bahan tambahan atau obat-obatan untuk anak-anak ini,” kata Shawa kepada Aljazirah dari Kota Gaza. “Ada kekhawatiran besar bahwa kita akan menyaksikan lebih banyak korban dalam beberapa hari mendatang,” tambahnya.
Di Rumah Sakit Kamal Adwan di Beit Lahiya, di Gaza utara, Dr Ahmed Abu Nasir mengatakan situasinya menjadi lebih buruk dari sebelumnya akibat blokade.
“Anak-anak sedang dalam tahap pertumbuhan dan sangat membutuhkan nutrisi tertentu, termasuk protein dan lemak,” kata dokter anak tersebut kepada Aljazirah. “Ini tidak tersedia di Jalur Gaza, khususnya di utara.”
Lebih dari 52.400 warga Palestina telah terbunuh sejak perang Israel di Gaza dimulai pada Oktober 2023, menurut angka dari Kementerian Kesehatan Gaza. Sumber medis mengatakan bahwa 43 orang telah syahid dalam serangan Israel sejak dini hari kemarin.