loading...
Muhammad Zakariya Ayyoub al-Matouq, anak berusia 1,5 tahun jadi korban kelaparan massal di Gaza akibat blokade militer Israel. Foto/Ahmed Jihad Ibrahim Al-Arini/Anadolu
GAZA - Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah memperlihatkan kepada dunia internasional tentang kelaparan massal di Jalur Gaza, Palestina, akibat blokade militer Israel. Sudah 80 anak di wilayah itu mati kelaparan.
"Gaza menderita kelaparan massal buatan manusia yang disebabkan oleh blokade bantuan," kata Kepala WHO Tedros Adhanom Ghebreysus kepada wartawan dalam konferensi pers virtual dari Jenewa pada Rabu. "Ini karena blokade," katanya lagi.
"Saya tidak tahu apa yang akan Anda sebut selain kelaparan massal, dan itu buatan manusia, dan itu sangat jelas," paparnya, seperti dikutip AFP, Kamis (24/7/2025).
Setidaknya 10 orang meninggal dunia akibat malnutrisi dan kelaparan dalam 24 jam terakhir, menurut otoritas Gaza, sehingga jumlah korban tewas akibat krisis ini menjadi 111 orang, 80 di antaranya anak-anak.
Baca Juga: Ironis, Mesir Tekan Imam Besar Al-Azhar Cabut Kecaman 'Israel Biang Kelaparan Gaza'
Seperempat penduduk wilayah tersebut kini menghadapi kondisi seperti kelaparan, menurut penilaian WHO, dan hampir 100.000 perempuan dan anak-anak mengalami malnutrisi akut yang parah.
“Tingkat malnutrisi akut melebihi 10 persen, dan lebih dari 20 persen perempuan hamil dan menyusui yang telah diskrining mengalami malnutrisi, seringkali parah,” kata Ghebreysus.
“Krisis kelaparan ini dipercepat oleh runtuhnya jaringan pipa bantuan dan pembatasan akses, dengan 95 persen rumah tangga di Gaza menghadapi kekurangan air yang parah," imbuh dia.
Komentar bos WHO menyusul surat yang ditandatangani oleh 109 lembaga bantuan dan hak asasi manusia global–termasuk Dokter Lintas Batas, Oxfam International, dan Amnesty International–yang memperingatkan bahwa warga sipil dan rekan-rekan mereka "semakin kurus kering".
"Seiring pengepungan pemerintah Israel yang membuat rakyat Gaza kelaparan, para pekerja bantuan kini bergabung dalam antrean makanan yang sama, berisiko ditembak hanya untuk memberi makan keluarga mereka," demikian pernyataan bersama mereka.