REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Eks Menteri Kesehatan RI Nila F Moeloek menyampaikan pesan mengenai pentingnya peran sekolah dalam mendukung kesejahteraan psikologis generasi muda. Menurut dia, sekolah bukan hanya tempat belajar.
“Sekolah bukan hanya tempat belajar, tetapi harus menjadi lingkungan yang membina pertumbuhan emosional dan psikologis anak,” ujar inisiator Kaukus Keswa itu dalam pernyataan tertulisnya, Sabtu (14/6/2025).
Ia juga mengutip data WHO yang menunjukkan, satu dari tujuh remaja di dunia menghadapi tantangan kesehatan mental. Menurut dia, kllaborasi keluarga, sekolah, dan komunitas sangat penting agar remaja merasa aman untuk mengekspresikan diri dan mencari dukungan.
Semua itu ia sampaikan dalam acara 'Mental Health Unplugged: Stories, Chats, and Laughs' yang digelar oleh Sinarmas World Academy (SWA) bekerja sama dengan Kaukus Masyarakat Peduli Kesehatan Jiwa (Keswa).
Acara ini menghadirkan pembicara dari berbagai latar belakang, mulai dari inisiator Kaukus Keswa Ray Basrowi, aktivis sosial Inaya Wahid, hingga komika Mo Sidik, yang berbagi pengalaman dan strategi menghadapi tekanan hidup sehari-hari.
Dalam sesi berbagi, Inaya Wahid menekankan pentingnya keberanian untuk terbuka dan mencari pertolongan ketika menghadapi tekanan mental. Tidak ada yang salah dengan merasa lelah atau terpuruk.
"Yang penting, kita mau bicara, meminta bantuan, dan saling mendukung. Dukungan lingkungan, baik keluarga maupun sekolah, adalah kunci,” ujar Inaya.
Mo Sidik, yang dikenal sebagai komika, juga membagikan sudut pandang uniknya tentang kesehatan mental melalui humor. Dia menilai, tertawa memang bukan solusi semua masalah, tapi kadang, lewat humor kita bisa menerima diri sendiri dan menjalani hidup lebih ringan.
"Jangan ragu untuk mencari kebahagiaan di tengah kesibukan belajar,” ungkap Mo Sidik.
General Manager SWA, Deddy Djaja Ria, menegaskan bahwa ketahanan emosional siswa sama pentingnya dengan prestasi akademik. “Kami ingin siswa tak hanya cerdas secara intelektual, tapi juga siap menghadapi tantangan hidup,” tegasnya.
Melalui acara ini, SWA berkomitmen membangun literasi kesehatan mental, memecah stigma, dan memperkuat budaya empati di lingkungan sekolah. Antusiasme peserta juga tercermin dari tanggapan para orang tua.
“Kadang kita sebagai orang tua terlalu sibuk mengejar keberhasilan anak secara akademis, tapi lupa bahwa mereka juga butuh ruang untuk merasa aman dan didengar. Acara ini membuka mata saya, bahwa kesehatan mental bukan sekadar isu anak, tapi juga tanggung jawab kita sebagai keluarga,” ujar Dwi Haryani, orang tua siswa SWA.
Kegiatan ini diharapkan dapat menjadi contoh praktik baik bagi sekolah lain dalam mendukung kesehatan mental anak didik di tengah tantangan zaman yang semakin kompleks.