revalina ramadhani defanata
Agama | 2025-06-27 18:37:05
Siapa sih yang gak pernah ngerasain “tanggal tua”? Uang udah habis duluan, gaji belum masuk, kebutuhan tetap jalan. Di saat kayak gini, muncullah "pahlawan kesiangan" bernama pinjaman online alias pinjol. Tinggal isi data, unggah KTP, dan... cling! Duit cair. Ada yang masuk rekening cuma 5 menit. “Wah, enak banget,” pikir kita. Ironisnya, banyak yang pinjem bukan buat hal penting kayak bayar sekolah anak atau beli kebutuhan pokok, tapi buat belanja online, upgrade gadget, atau gaya-gayaan biar gak kalah sama temen.
Padahal dalam Islam, utang itu dibolehkan asal ada niat bayar dan gak bikin diri sendiri atau orang lain susah, karena utang yang gak dibayar bisa jadi hisab yang berat di akhirat. Nabi Muhammad SAW sendiri pernah ngingetin bahwa orang yang meninggal dalam keadaan masih punya utang, jiwanya akan tergantung sampai utangnya lunas. Apalagi kalau utangnya dari pinjol ilegal yang penuh riba, tekanan, dan eksploitasi data pribadi, jelas itu termasuk praktik yang dilarang dalam syariah.
Banyak pinjol, apalagi yang ilegal, ngasih bunga tinggi banget. Kadang sampai 1-2% per hari! Kalau dihitung sebulan, bisa lebih dari 30%—gila kan?
Belum lagi dendanya kalau telat. Hari ini telat, besok ditagih, lusa datanya disebar. Kontak temen, keluarga, bahkan bos bisa di-spam dan akan twrus diteror sampai kita bayar. Banyak yang awalnya minjem sejuta, akhir bulan malah harus bayar tiga juta. Belum termasuk mental breakdown dan rasa malu karena diteror debt collector virtual.
Dan yang paling sedih? Banyak yang minjem buat hal yang sebenarnya bisa ditahan. Bukan buat makan atau sekolah anak, tapi sekadar buat gaya hidup: ganti HP, nongkrong, atau ngikutin tren TikTok.
Dalam Islam sendiri, utang itu diperbolehkan asalkan ada niat bayar dan gak memberatkan diri sendiri. Nabi Muhammad SAW pernah bersabda:
"Barang siapa yang berutang dan berniat untuk membayarnya, maka Allah akan memudahkan dia untuk melunasinya."(HR. Bukhari)
Riba dalam pinjol bukan hanya dari bunga yang tinggi, tapi juga dari ketidakseimbangan kekuasaan dalam akad. Dalam Fatwa DSN MUI No. 117/DSN-MUI/II/2018 tentang Layanan Pinjam Meminjam Berbasis Teknologi Informasi Berdasarkan Prinsip Syariah, ditegaskan bahwa pinjam-meminjam harus terbebas dari unsur riba, gharar (ketidakjelasan), dan dzalim.
Pinjol memang tak akan hilang dalam waktu dekat. Tapi masyarakat perlu lebih sadar dan waspada. Utang itu bukan dosa, tapi bisa membawa petaka kalau dilakukan tanpa pertimbangan. Terutama bila dilakukan hanya untuk gaya hidup. Pemerintah harus makin tegas mengontrol. Edukasi literasi keuangan harus lebih masif. Lembaga keuangan syariah harus lebih aktif memberi alternatif yang sehat. Dan kita, sebagai sesama warga, harus mulai berani bicara: bahwa bergaya bukan kewajiban, dan hidup akan jauh lebih tenang.
Mulai sekarang hindari pinjol dan bergaya sesuai kebutuhan dan kemampuan saja, jika memang tidak mampu ya sadar diri sendiri, jika bukan kita yang memulai siapa lagi yang akan memulai untuk menghindari pinjol. HINDARI LAH PINJOL BIAR HIDUP MU TENANG DAN AMAN.
oleh : Revalina Ramadhani Defanata
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.