Petugas mengawal mantan ketua Pengadilan Negeri (PN) Surabaya Rudi Suparmono di dalam mobil di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Selasa (14/1/2025).
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Terdakwa Rudi Suparmono diduga menerima gratifikasi senilai Rp 21,85 miliar. Jumlah tersebut diperoleh hakim Rudi selama menjabat sebagai ketua Pengadilan Negeri (PN) Surabaya periode 2022-2024 dan ketua PN Jakarta Pusat pada 2024.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung (Kejagung) Bagus Kusuma Wardhana menyebutkan gratifikasi itu meliputi sebesar Rp 1,72 miliar; 383 ribu dolar Amerika Serikat (AS) atau setara dengan Rp 6,28 miliar; serta 1,09 juta dolar Singapura atau setara dengan Rp 13,85 miliar.
"Gratifikasi berupa uang dalam bentuk rupiah dan mata uang asing ini dianggap sebagai pemberian suap apabila berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajibannya," kata JPU dalam sidang pembacaan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (19/5/2025).
JPU menjelaskan, uang gratifikasi yang diterima Rudi pada mulanya disimpan di rumah pribadinya, yaitu daerah Cempaka Putih, Jakarta Pusat. Saat penggeledahan dilakukan oleh penyidik Kejagung, uang senilai total Rp 21,85 miliar itu pun ditemukan di rumah itu pada 14 Januari 2025.
Terhadap penerimaan gratifikasi berupa sejumlah uang tersebut, Rudi disebutkan tidak melaporkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam tenggang waktu 30 hari setelah penerimaan. "Rudi juga tidak melaporkan adanya harta kekayaan dalam bentuk uang tunai itu ke dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN), padahal penerimaan tersebut tanpa alasan yang sah menurut hukum," ujar JPU.
Selain gratifikasi, Rudi juga didakwa menerima suap sebesar 43 ribu dolar Singapura atau setara dengan Rp 541,8 juta terkait kasus suap atas pengondisian perkara terpidana Ronald Tannur. Uang suap tersebut diduga diterima dari penasihat hukum Ronald Tannur, Lisa Rachmat agar Rudi menunjuk majelis hakim dalam perkara pidana Ronald Tannur sesuai keinginan Lisa.
Atas perbuatannya, Rudi terancam pidana yang diatur dalam Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 5 ayat (2) atau Pasal 11 dan Pasal 12 B juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
sumber : Antara