REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Kejaksaan Agung (Kejagung) menangkap Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) Muhammad Arif Nuryanta (MAN), Sabtu (12/4/2025) malam. Arif Nuryanta sebelumnya pernah jadi sorotan saat secara kontroversial melepaskan terdakwa pembunuhan anggota Laskar Front Pembela Islam (FPI) pada 2022.
Dua terdakwa kasus itu, Briptu Fikri Ramadhan dan terdakwa Ipda Yusmin Ohorella sedianya terbukti melakukan penghilangan nyawa terhadap enam pengawal pimpinan FPI Rizieq Shihab. Namun, majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) dalam putusan persidangan unlawfull killing tersebut, Jumat (18/3/2022), melepaskan dua anggota Resmob Polda Metro Jaya itu dari tuntutan pidana.
“Mengadili, menyatakan terdakwa Fikri Ramadhan dan Yusmin Ohorella telah terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana dalam dakwaan primer jaksa penuntut umum,” begitu kata Arif Nuryanta yang kala itu bertindak sebagai ketua majelis hakim saat membacakan putusan pertama di PN Jaksel.
Hakim dalam putusannya mengatakan, pembunuhan yang dilakukan oleh Briptu Fikri dan Ipda Yusmin adalah dalam rangka pembelaan terpaksa dan pembelaan terpaksa melampai batas. Perbuatan yang dilakukan Briptu Fikri dan Ipda Yusmin, menurut majelis pengadil dalam putusannya menyatakan, dapat dimaafkan. Menurut hakim, Briptu Fikri dan Ipda Yusmin tak dapat dipidana dan harus dilepaskan dari tuntutan.
Ada tujuh bunyi putusan dalam sidang. Selain menyatakan perbuatan terdakwa Fikri dan Yusmin terbukti sebagai pidana, tapi hakim memutuskan untuk melepaskan keduanya dengan alasan pemaaf dan tindakan yang dibenarkan.
“Menyatakan perbuatan terdakwa Fikri Ramadhan dan Yusmin Ohorella melakukan tindak pidana sebagaimana dalam dakwaan jaksa penuntut umum adalah dalam rangka pembelaan terpaksa dan pembelaan terpaksa melampaui batas,” kata hakim Arif, dalam putusan yang kedua.
Oleh karena itu, dalam putusan ketiga, majelis hakim menyatakan, keduanya tak dapat dijatuhi pidana. “Menyatakan bahwa kepada terdakwa tidak dapat dijatuhi pidana karena ada alasan pembenar dan pemaaf,” ujar hakim Arif saat itu.
Sementara, penangkapan Arif semalam terkait dengan perkara korupsi penerimaan suap dan gratifikasi dalam putusan terhadap terdakwa korporasi kasus korupsi pemberian izin ekspor minyak mentah kelapa sawit (CPO).
Ia disebut Kejagung menerima uang total Rp 60 miliar terkait putusan lepas terhadap tiga perusahaan CPO, Permata Hijau Group, Wilmar Group, dan Musim Mas Group. Selain MAN, pada hari yang sama, penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) juga menangkap WG yang merupakan seorang panitera muda pada Pengadilan Negeri Jakarta Utara (PN Jakut). Serta turut menangkap MS dan AR yang merupakan advokat.
Terkait persidangan kasus pembunuhan laskar FPI di KM 50, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Senin (25/3/2024) sempat meljukan pemeriksaan terhadap dua Hakim Agung asal Mahkamah Agung (MA), yaitu Desnayeti dan Yohanes Priyana. Keduanya berstatus saksi dalam penyidikan perkara dugaan penerimaan gratifikasi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) pengurusan perkara di MA dengan tersangka Gazalba Saleh.
"Bertempat di gedung arsip MA RI, Tim Penyidik telah selesai memeriksa saksi-saksi (Desnayeti dan Yohanes Priyana)," kata juru bicara KPK kala itu, Ali Fikri.
Secara khusus, KPK menggali keterangan dari Desnayeti dan Yohanes Priyana soal pengambilan putusan kasus KM 50. Desnayeti dan Yohanes bersama Gazalba merupakan hakim agung MA yang menyidangkan kasus KM 50 di tingkat kasasi yang diputus pada akhir 2022.
"Kedua saksi hadir dan didalami pengetahuannya antara lain kaitan adanya musyawarah dalam proses pengambilan putusan dalam perkara KM 50 dengan salah satu komposisi Majelis Hakimnya saat itu adalah Tersangka GS," ujar Ali.
Walau demikian, ia belum membeberkan lebih detail mengenai hubungan kasus KM 50 dengan kasus korupsi yang melibatkan Gazalba. MA tercatat menolak permohonan kasasi Jaksa Penuntut Umum (JPU) terhadap putusan bebas dua terdakwa kasus KM 50.