REPUBLIKA.CO.ID, DOHA -- Terkait dengan rezeki, jodoh, amal serta kebahagiaan, manusia hanya diberi kesempatan oleh Allah SWT untuk menentukan pilihan dan berusaha.
Di antara ikhtiar spiritual yang bisa dijalankan untuk memudahkan rezeki adalah dengan istaghfar dan bertaubat. Syekh Dr Fadhl Ilahi Dzahir dalam bukunya yang berjudul ”Kunci-Kunci Rezeki Menurut Alquran dan As-Sunnah”, menjelaskan Allah SWT berfirman
“Maka aku katakan kepada mereka, ”Mohonlah ampun kepada Robb-mu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun, niscaya Dia akan mengirimkan hujan yang lebat dan membanyakkan harta dan anak-anakmu dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai.” (QS Nuh [71]: 10-12).
Ibnu Katsir berkata, “Maknanya, jika kalian bertaubat kepada Allah, meminta ampun kepada-Nya dan kalian senantiasa menaati-Nya, niscaya Dia akan memperbanyak rezeki kalian dan menurunkan hujan serta keberkahan dari langit, mengeluarkan untuk kalian berkah dari bumi, menumbuhkan tumbuhan-tumbuhan untuk kalian, membanyakkan anak dan melimpahkan air susu perahan untuk kalian, membanyakkan harta dan anak-anak untuk kalian, menjadikan kebun-kebun yang di dalamnya bermacam-macam buah-buahan untuk kalian serta mengalirkan sungai-sungai di antara kebun-kebun itu.” (Tafsir Ibnu Katsir, 4/449)
Sebagian umat Islam menyangka bahwa istighfar dan taubat hanyalah cukup dengan lisan semata, dengan hanya memperbanyak kalimat, “Astaghfirullohal’adzim”. Tetapi, kalimat itu tidak membekas di dalam hati dan juga tidak berpengaruh dalam perbuatan anggota badan. Sesungguhnya istighfar dan tobat ini adalah taubatnya orang yang dusta.
Imam an-Nawawi, dalam kitab Riyadh as-Shalihin, menjelaskan, “Para ulama berkata, “Bertaubat dari segala dosa adalah wajib. Jika dosa itu antara hamba dan Allah, yang tidak ada sangkut pautnya dengan hak manusia maka syaratnya ada tiga:
Pertama, hendaknya dia menjauhi dosa (maksiat) itu. Kedua, dia harus menyesali perbuatan dosa itu. Ketiga, dia harus berkeinginan untuk tidak mengulanginya lagi. Jika salah satunya hilang maka taubatnya tidak sah.
Jika taubat itu berkaitan dengan hak manusia maka syaratnya ada empat. Ketiga syarat di atas dan keempat, hendaknya dia membebaskan diri (memenuhi) hak orang tersebut. Jika berbentuk harta benda atau sejenisnya maka dia harus mengembalikannya.
Jika berupa (had) hukuman tuduhan atau sejenisnya maka ia harus memberinya kesempatan untuk membalasnya atau meminta maaf padanya. Jika berupa ghibah (menggunjing) maka dia harus meminta maaf.” .
sumber : Dok Republika