Hari Santri Dinilai Jadi Bukti Nasionalisme dan Religiusitas tak Bertentangan

9 hours ago 3

Anak mengibarkan bendera sembari melantunkan selawat saat peringatan Hari Santri di Stadion Semeru, Lumajang, Jawa Timur, Sabtu (18/10/2025). Gelaran selawat dan doa bersama yang diikuti ribuan santri serta masyarakat sekitar itu digelar dalam rangka memperingati Hari Santri Nasional yang jatuh pada 22 Oktober.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Hari Santri dinilai merupakan momentum berharga untuk meneguhkan bahwa nasionalisme dan religiusitas bukan dua kutub yang bertentangan, melainkan satu kesatuan nilai yang menggerakkan santri berjuang dengan iman dan cinta Tanah Air.

Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Muhammad Cholil Nafis mengajak seluruh elemen bangsa menjadikan momen Hari Santri sebagai tonggak penguatan semangat keislaman dan keindonesiaan.

Kiai Cholil mengatakan, Hari Santri mengingatkan nasionalisme dan religiusitas bukanlah dua hal yang bertentangan. Keduanya, yakni nasionalisme dan religiusitas adalah satu kesatuan nilai yang menggerakkan para santri untuk berjuang dengan iman dan cinta Tanah Air.

"Mari kita jadikan Hari Santri sebagai momentum memperkuat semangat keindonesiaan dan keislaman, dari pesantren untuk Indonesia, dari santri untuk peradaban dunia," kata Kiai Cholil kepada Republika, Rabu (22/10/2025).

Hari Santri Nasional diperingati setiap tanggal 22 Oktober berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2015. Pada tahun 2025, Hari Santri mengusung tema 'Mengawal Indonesia Merdeka, Menuju Peradaban Dunia.'

Kiai Cholil mengatakan, Hari Santri yang penuh makna ini bukan sekadar peringatan seremonial, tetapi momentum untuk mengenang peran besar para santri dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia. Tanggal 22 Oktober dipilih karena bertepatan dengan fatwa bersejarah Resolusi Jihad yang dicetuskan oleh Hadratussyaikh KH Hasyim Asy’ari di Surabaya pada 22 Oktober 1945.

"Resolusi Jihad adalah seruan ulama dan santri untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia dari ancaman penjajahan yang hendak kembali," ujar Kiai Cholil.

Dijelaskan Kiai Cholil, dalam fatwa itu ditegaskan bahwa membela Tanah Air dari penjajah hukumnya fardhu ‘ain, kewajiban setiap Muslim. Dari semangat itulah lahir perjuangan heroik 10 November 1945, yang menjadi bukti nyata pengorbanan santri dan ulama demi kemerdekaan bangsa.

Read Entire Article
Politics | | | |