Zia almira yusfina
Politik | 2025-11-13 06:25:04
ilustrasi sumber: pinterest
Oleh: Azrina Fauziah S.Pt
(Aktivis Muslimah)
Belum usai tragedi kemanusiaan yang terjadi di Gaza, kini tragedi kemanusiaan tengah bergejolak di Sudan. Dilansir dari Al Jazeera, kota El Fasher, ibukota Darfur Utara jatuh ke tangan RSF (Pasukan Dukungan Cepat) pada Ahad, 26 Oktober 2025. Pengepungan ini berlangsung selama 18 bulan dan mengakibatkan krisis pangan dan obat-obatan bagi 1,2 juta penduduk di dalam kota tersebut. SAF (Pasukan Militer Nasional) melaporkan 2000 orang tewas atas kejadian ini, sedangkan Sudan Doctors Network mencatat ada sekitar 1500 korban jiwa. Dalam masa sulit tersebut, warga bertahan hidup dengan memakan pakan ternak (tempo.co, 5/11/25)
Ada Apa dengan Sudan?
Mungkin diantara kita masih sangat asing dan tidak tau apa yang sebenarnya terjadi di Sudan? Konflik ini sudah berawal sejak lama, dimulai sejak kedatangan Inggris ke Sudan. Inggris datang menjajah sejak 1882, dan mengontrol wilayah Mesir dan sekitarnya. Inggris melalui kondominium Anglo-Mesir pada tahun 1899 hingga 1956 memberikan pengaruh di Mesir. Memang secara de jure (hukum internasional), Sudan yang dulu menjadi bagian dari Mesir masih dalam kepemimpinan Kekhilafahan Ustmani namun secara de facto diambil alih sebagai jajahan kolonial Inggris.
Sejak kepemimpinan Inggris di Mesir, ia menyingkirkan peran Mesir dan memisahkan Sudan secara administrasi dari Mesir. Inggris mulai menerapkan kebijakan pintu tertutup (closed door ordinances), dimana memisahkan Sudan wilayah utara dengan Sudan wilayah selatan. Warga Sudan di wilayah utara dibatasi gerak dan pengaruhnya di wilayah selatan dan sebaliknya dari selatan ke utara.
Dalam hal pembangunan, Inggris memberikan perhatian lebih terhadap wilayah utara dan membiarkan terbelakang wilayah selatan. Wilayah utara dijadikan pusat pemerintahan dengan segala fasilitas memadai sedangkan wilayah selatan sengaja dimiskinkan karna melimpahnya kekayaan alam. Parahnya lagi, Inggris memang melakukan strategi Devide et Impera (pecah belah) dengan memfokuskan pembangunan di wilayah utara yang dihuni penduduk Arab-Muslim dan meminggirkan wilayah selatan yang berpenduduk lokal dan mayoritas beragama Kristen atau Animis. Gap ekonomi serta sosial ini yang diharapkan Inggris mampu menyulut kerusuhan di masa depan.
Kutukan SDA
Inggris sangat berambisi dalam menguasai kekayaan alam Sudan. Sudan dikenal sebagai negara benua Afrika yang memiliki kekayaan alam. Sudan memiliki minyak, gas alam, emas, mineral (kromium, mangan, tembaga, besi, zinc), air dan tanah subur hingga energi terbarukan. Dikutip dari Xinhua, Sudan mencapai rekor produksi emas pada 2024 dengan total 64,4 ton emas dan menghasilkan pendapatan pemerintah mencapai USD 1,6 miliar (kumparan.com, 4/11/25).
Dikutip dari parstoday.ir, sebelum Sudan Selatan terpisah, Sudan merupakan wilayah Arab-Islam terbesar di benua Afrika dan salah satu dari sepuluh negara terluas di dunia. Posisinya sangat strategis berada di tepi laut merah, berbatasan dengan delapan negara penting di Afrika serta dialiri oleh Sungai Nil menjadikannya sebagai kawasan paling sensitif secara geopolitik di dunia (4/11/25).
Kekayaan serta posisinya yang strategis membuat para penjajah seperti Inggris ingin menguasainya meski Sudan telah diberikan kemerdekaan melalui kebijakan kolonialisme pada 1 Januari 1956. Disinilah, Inggris menerapkan penjajahan gaya baru dengan menciptakan perang saudara atau perang antar etnis dan melibatkan antek-antek mereka di Sudan. Kondisi ini terus berlangsung hingga pada konflik RSF (Pasukan Dukungan Cepat) sebagai pasukan dukungan yang dibentuk Omar Al Bashir dengan SAF (pasukan militer nasional).
Amerika Serikat sebagai negara super power juga tidak tinggal diam dalam urusan politik Sudan. Hal ini terlihat dari upaya-upaya mediasi dan kebijakan PBB atas konflik yang sedang terjadi. Amerika Serikat tidak ingin kalah dengan Inggris yang telah lama menancapkan hegemoni di Sudan. Tentu semua ini dilakukan oleh Amerika Serikat untuk mengamankan kepentingannya seperti penguasaan SDA dan merealisir hegemoni politik di Timur Tengah dengan menjadikan zionis Israel sebagai anjing penjaga di tanah Arab.
Alhasil, warga sipil yang selalu menjadi korban atas keserakahan mereka. Rakyat Sudan telah banyak mengalami penderitaan, kelaparan, dibunuh, dan dirampas hak-hak kemanusiaan mereka. Padahal umat Islam dijanjikan sleh Allah swt. sebagai umat terbaik namun umat ini justru yang paling dirundung kemalangan dan nestapa.
Apa yang Harus Dilakukan Kaum Muslim?
Ini semua terjadi karna kaum muslim terpecah belah menjadi negara-negara bangsa. Mereka tidak lagi mau bersatu diikat dengan ikatan akidah yang menembus berbagai lapisan perbedaan seperti bangsa, etnis dan bahasa yang berbeda. Sejarah telah mencatat bagaimana upaya perpecahan dapat melemahkan kaum muslim. Rasulullah saw. bersabda, "Kamu melihat orang-orang mukmin di dalam saling berkasih sayang, mencintai, dan bersimpati seperti tubuh. Jika sebagian anggotanya sakit, maka sebagian tubuh lainnya akan tertatih-tatih (ikut merasakannya) sebab tidak bisa tidur dan demam" (HR. Muslim).
Bagaimana menyelesaikan berbagai konflik dan tragedi kemanusiaan semisal penjajahan Gaza, konflik Kashmir, penindasan etnis Uighur di Xinjiang, Genosida Rohingya di Myanmar, perang Yaman dan sebagainya jika kaum muslim masih menggunakan kacamata nasionalisme? Maka tidak ada cara lain selain persatuan umat Islam dalam satu komando khalifah. Persatuan ini bisa terwujud dengan cara dakwah lil Islam, yaitu membangun kesadaran di tengah umat tanpa kekerasan.
Dakwah ini sebagaimana dicontohkan teladan kita Rasulullah saw. dan para sahabat. Dakwah menegakkan Khilafah harus diperjuangkan dan tidak bisa dilakukan sendiri. Melainkan dengan berjamaah karena aktivitas amar ma'ruf nahi mungkar dan menegakkan persatuan bukan hanya kewajiban sebagian orang tertentu namun kewajiban seluruh kaum Muslim. Waallahu 'alam
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

2 hours ago
2







































