Oleh: Irwin Ananta Vidada, Dosen Program Studi Manajemen, Universitas Bina Sarana Informatika (UBSI)
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pasar saham Indonesia tengah menghadapi ujian berat. Dalam beberapa bulan terakhir, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami fluktuasi tajam, mencapai titik kritis pada 18 Maret 2025 dengan penurunan sebesar 6,12 persen.
Bursa Efek Indonesia (BEI) bahkan terpaksa menghentikan perdagangan sementara (trading halt) selama 30 menit guna meredam kepanikan investor.
Sejak 19 September 2024 hingga 18 Maret 2025, IHSG telah merosot 1.682 poin atau sekitar 21,28 persen dari level tertingginya, menurut Kepala Eksekutif Pasar Modal, Derivatif Keuangan, dan Bursa Karbon OJK, Inarno Djajadi.
Lantas, apa yang menjadi pemicu volatilitas ini? Berikut faktor-faktor utama yang berkontribusi terhadap gejolak pasar.
Faktor Pemicu Volatilitas IHSG
1. Ketidakpastian Kebijakan Pemerintah
Pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto telah meluncurkan program populis, seperti makan siang gratis dan bantuan sosial skala besar dengan target 82,9 juta penerima dalam lima tahun ke depan.
Program ini membutuhkan anggaran sekitar Rp 1,2 triliun per hari atau Rp 400 triliun per tahun, menurut Kepala Badan Gizi Nasional, Dadan Hindayana. Namun, ketidakjelasan sumber pendanaan program ini menimbulkan kekhawatiran akan stabilitas fiskal.
Situasi diperburuk dengan pembatalan rencana kenaikan pajak, yang berdampak pada penurunan penerimaan negara. Hingga Februari 2025, defisit APBN mencapai Rp 31,2 triliun, sementara penerimaan pajak turun 30,19 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Sebagaimana diketahui, utang pemerintah jatuh tempo pada tahun 2025 ini sebesar Rp 800,33 triliun. Rumor mengenai mundurnya Menteri Keuangan Sri Mulyani turut menambah ketidakpastian di pasar.
2. Gejolak Politik dan Regulasi
Revisi Undang-Undang TNI yang kontroversial memicu aksi demonstrasi dan ketidakpastian politik yang tidak disukai investor. Di sisi lain, Pembentukan Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara) mendapat perhatian dan tanggapan beragam, dengan beberapa pihak mengkhawatirkan transparansi serta potensi pengaruh faktor eksternal dalam pengelolaannya.
3. Pelemahan Rupiah dan Arus Keluar Modal Asing
Nilai tukar rupiah terus melemah terhadap dolar AS, mendorong investor asing menarik dananya dari pasar Indonesia. Bank Indonesia telah melakukan berbagai langkah intervensi, namun volatilitas mata uang masih tinggi.
Aliran modal keluar juga menyebabkan peningkatan imbal hasil (yield) obligasi pemerintah, yang semakin menggerus kepercayaan pasar.
Beberapa lembaga keuangan asing menurunkan peringkat pasar saham Indonesia, seperti Morgan Stanley, HSBC, dan Goldman Sachs, karena kekhawatiran terhadap kebijakan fiskal pemerintah dan pelemahan rupiah.
Penurunan peringkat ini bisa memengaruhi arus investasi asing, menyebabkan aksi jual saham, arus keluar modal, serta penurunan likuiditas pasar, depresiasi rupiah, dan peningkatan volatilitas pasar.
4. Skandal Korupsi dan Krisis Tata Kelola
Kasus korupsi besar di perusahaan BUMN, seperti Pertamina (dengan potensi kerugian Rp 968,5 triliun) dan PT Timah (Rp 300 triliun), merusak persepsi investor terhadap tata kelola di Indonesia.
Pelaku pasar mengharapkan pemerintah bertindak tegas dan transparan dalam penegakan hukum, menyederhanakan regulasi, memastikan independensi lembaga antikorupsi, serta memulihkan aset hasil korupsi. Perlindungan investor dari mafia hukum dan perbaikan iklim investasi juga menjadi perhatian utama.
Faktor Global yang Memperburuk Situasi
1.Kebijakan Suku Bunga The Fed: Federal Reserve AS yang mempertahankan suku bunga pada level yang masih relatif tinggi, meskipun telah mengalami penurunan, tetap membuat aset berbasis dolar AS menarik bagi investor global. Akibatnya, aliran dana cenderung beralih dari pasar negara berkembang, termasuk Indonesia.
2.Ketegangan Geopolitik dan Perang Dagang: Konflik perdagangan antara AS dan China, serta kebijakan proteksionis lainnya, menciptakan ketidakpastian global yang membuat investor cenderung menghindari risiko, termasuk di pasar saham Indonesia.
Dampak Terhadap Pasar Saham
Sejak September 2024, IHSG terus menunjukkan pelemahan. Februari 2025 menjadi bulan terburuk sejak Maret 2020, dengan penurunan 11,8 persen dalam satu bulan. Pada akhir Februari, IHSG menyentuh level 6.300—terendah sejak September 2021.
Langkah yang Diharapkan Investor dari Pemerintah
Investor berharap pemerintah segera mengambil langkah konkret guna memulihkan kepercayaan pasar:
1.Stabilitas Fiskal: Pemerintah perlu menjelaskan sumber pendanaan program populis dan memastikan defisit APBN tetap terkendali.
2.Stabilitas Politik & Regulasi: Regulasi yang lebih pro-investasi serta transparansi dalam pengelolaan Danantara sangat dibutuhkan.
3.Penguatan Rupiah & Stabilitas Moneter: Bank Indonesia harus tetap agresif dalam menstabilkan rupiah dan memperkuat koordinasi kebijakan dengan pemerintah.
4.Pemberantasan Korupsi: Penegakan hukum yang lebih tegas terhadap kasus korupsi dapat meningkatkan kepercayaan investor.
5.Respons terhadap Faktor Global: Mengurangi ketergantungan pada investasi asing serta menyiapkan strategi menghadapi dampak suku bunga tinggi AS.
Strategi Bertahan Bagi Investor
Dalam kondisi pasar yang volatil, investor perlu menerapkan strategi cerdas untuk bertahan dan bahkan memanfaatkan peluang:
1.Evaluasi Fundamental Saham: Jika saham memiliki fundamental yang kuat, tidak perlu panik menjual di harga rendah.
2.Beli Saham yang Undervalued: Koreksi pasar sering kali memberikan peluang membeli saham dengan harga diskon.
3.Cut Loss Jika Fundamental Berubah: Jika terdapat indikasi penurunan kinerja bisnis secara permanen, lebih baik keluar dari posisi lebih awal.
4.Simpan Dana Cadangan: Likuiditas penting agar dapat memanfaatkan peluang di masa depan.
5.Strategi Average Down yang Bijak: Lakukan pembelian bertahap untuk memaksimalkan potensi keuntungan tanpa menghabiskan seluruh modal dalam satu harga.
Prospek IHSG ke Depan
Pasar saham Indonesia saat ini tengah berada dalam fase yang penuh tantangan. Namun, sejarah membuktikan volatilitas pasar selalu diikuti periode pemulihan. Dengan strategi yang tepat serta kebijakan pemerintah yang lebih stabil dan transparan, investor tetap memiliki peluang untuk bertahan dan meraih keuntungan dalam jangka panjang.
Bagi investor jangka panjang, kondisi pasar yang melemah justru dapat menjadi momentum untuk mengakumulasi saham berkualitas dengan harga menarik. Namun, kehati-hatian, manajemen risiko, serta disiplin dalam berinvestasi tetap menjadi kunci utama menghadapi ketidakpastian.
Dengan langkah yang tepat, bukan tidak mungkin IHSG kembali bangkit dan membawa keuntungan bagi mereka yang siap menghadapi volatilitas dengan strategi matang.