Industri Baja Nasional Terancam Impor Murah, Pemerintah Diminta Perkuat Proteksi

3 hours ago 3

Pekerja memotong lempengan baja panas di pabrik pembuatan hot rolled coil (HRC) PT Krakatau Steel (Persero) Tbk di Cilegon, Banten, Kamis (7/2).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia saat ini menghadapi tantangan besar dalam industri baja. Banjir impor baja murah, terutama dari China, menekan produsen dalam negeri.

Kebijakan tarif tinggi untuk impor baja di Amerika Serikat menyebabkan produsen baja dari China mencari pasar alternatif, termasuk Indonesia.

Menurut data Kementerian Perindustrian, kapasitas produksi baja nasional saat ini mencapai sekitar 17 juta ton per tahun, sementara kebutuhan domestik diperkirakan mencapai 21 juta ton pada 2025. Hal ini menunjukkan adanya ketergantungan pada impor untuk memenuhi kebutuhan baja dalam negeri.

Jika seluruh agenda pembangunan industri, infrastruktur, dan manufaktur berjalan sesuai rencana, proyeksi kebutuhan baja Indonesia pada 2045 bahkan diperkirakan mencapai 100 juta ton per tahun. Gap antara kebutuhan dan pasokan dari produksi dalam negeri bisa jadi makin besar.

Salah satu masalah di Indonesia adalah ketergantungan terhadap bahan baku impor. Meskipun telah memiliki beberapa fasilitas peleburan baja modern, sebagian besar bahan baku utama—seperti scrap (baja bekas) dan pellet (bijih besi dalam bentuk butiran)—masih harus impor. Ini menjadikan industri baja nasional belum sepenuhnya mandiri dan tetap rentan terhadap fluktuasi harga dan pasokan global.

Peneliti dari Center of Economic and Law Studies (Celios), Lay Monica, menyoroti bahwa industri baja nasional menghadapi kondisi sulit akibat banjir impor baja yang tidak sesuai standar nasional. Ia menekankan perlunya implementasi bijak dari kebijakan larangan dan pembatasan impor untuk melindungi industri dalam negeri.

Sementara Kepala Pusat Industri, Perdagangan, dan Investasi INDEF, Andry Satrio Nugroho mengkhawatirkan bahwa industri baja Indonesia bisa bernasib seperti industri tekstil yang hancur akibat serbuan produk impor. Ia menekankan perlunya perlindungan pemerintah terhadap industri baja dalam negeri melalui instrumen seperti Bea Masuk Antidumping (BMAD) dan safeguard.

Staf Khusus Menperin Bidang Hukum dan Pengawasan Febri Hendri Antoni Arief menyatakan Kemenperin berkomitmen untuk melindungi industri dalam negeri agar tetap berdaya saing di pasar lokal maupun global.

“Ketika pasar domestik dibanjiri produk impor dan mengakibatkan tekanan yang berat pada demand domestik, hal tersebut juga akan mengancam ekonomi 19 juta pekerja dan keluarganya,” tutur dia.

Read Entire Article
Politics | | | |