Keadilan untuk Masyarakat dan Alam di Raja Ampat 

4 hours ago 4

Oleh: Fachruddin M Mangunjaya, Dekan Fakultas Biologi dan Pertanian Universitas Nasional

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden akhirnya mencabut, Izin Usaha Pertambangan (IUP) di Raja Ampat, setelah masyarakat dan aktivis lingkungan menyampaikan protes keras, guna menyelamatkan Pulau Pulau di Raja Ampat yang sangat indah itu.

Saya mengunjungi Kepulauan Raja Ampat tahun 2004, ketika kepulauan ini akan dimekarkan menjadi Kabupaten Raja Ampat. Sebagai aktivis konservasi lingkungan, menyaksikan alam Raja Ampat, sangat indah, kaya dan asri: air laut yang bening, terlihat ikan melimpah, hasil tangkapan banyak.

Hanya masyarakat memang hidup sederhana. Spartan, bersahaja. Anak anak bermain di dermaga, memancing ikan tanpa umpan. "Mencigi", kata mereka. Karena banyak ikan yang beribu jumlahnya, transparan terlihat di dermaga, tak perlu umpan. Pancing dapat mengait ekor, badan atau kepala. Masyarakat Raja Ampat, cukup lauk.

Ironisnya, daerah itu masih masuk kawasan tertinggal, pra sejahtera, rata rata pendidikan rendah. Perhatian hanya didapatkan dari beberapa lembaga swadaya masyarakat internasional yang melakukan riset, kerjasama akademisi lokal dan nasional dalam inventarisasi kekayaan alam jumlah spesies terumbu karang yang luar biasa banyaknya termasuk ikan-ikan terumbu karang spesies baru yang belum ditemukan di belahan bumi manapun.

Raja Ampat dikenal sebagai salah satu pusat biodiversitas laut paling penting di planet ini. Dari riset, kawasan ini memiliki lebih dari 600 jenis karang, yang artinya sekitar 75% spesies karang dunia, berada di lautan Raja Ampat. Ditambah lagi wilayah ini juga merupakan rumah bagi lebih dari 1.700 spesies ikan dan pesies lain seperti kima, moluska, dan biota lautyang lain. Oleh sebab itu, Raja Ampat menjadi destinasi wisata alam bawah laut favorit, termasuk list yang harus dikunjungi minimal sekali sebelum anda meninggal dunia.

Raja Ampat, terekspose secara global, tahun 2008, The Washington Post dan New York Times, meliput kawasan ini dan mengelu-elukan, investasi pariwisata yang berkelanjutan. Karena sumber daya pemerintah pusat yang terbatas, LSM konservasi bekerjasama untuk mengisi kekurangan, membuat skema pemberdayaan untuk masyarakat, mengelola wisata alam bersama pemerintah daerah dan pusat.

Masyarakat mendapat tambahan gizi, dan manfaat langsung. Ada Kapal Kalabia, berkapasitas 121 Gross ton, panjang 32 meter, menjadi sekolah dan laboratorium berjalan dari pulau ke pulau, mengajarkan anak-anak mencintai laut, pantai dan karang. Anak anak itu menikmati, tak kurang mereka menangis ketika harus berpisah dengan kapal yang menjadi maha guru mereka belajar tentang alam Raja Ampat. 

Lalu untuk pertama kalinya Kepulauan Raja Ampat dinobatkan sebagai kawasan Global Geopark, artinya kawasan ini telah menjadi warisan dunia. Penduduk bumi wajib tahu, bahwa pembentukan Kepulauan Raja Ampat seperti hari ini adalah hasil evolusi 400 juta tahun. Akan menjadi tragedi dan tidak adil jika kemudian pulau pulau ini rusak dalam beberapa puluh tahun, hanya ingin memenuhi keperluan manusia modern.

Prioritas yang adil untuk Kepulauan Raja Ampat adalah kesejahteraan penghuninya. untuk mensejahterakan masyarakatnya haruslah mulai dengan memberikan lansung kehidupan yang lebih baik, pendidikan dan perawatan alam yang menjadi kebanggan global, destinasi alam bawah laut yang sangat menakjubkan. 

Sumbangan dunia cukup besar untuk melestarikan dan memperhatikan alam Raja  Ampat. Berkoordinasi dengan Pemerintah RI dan lembaga global seperti UNESCO dan Lembaga Implementasi perjanjian multilateral (MEA) dibawah perjanjian global seperti konvensi keanekaragaman hayati (KKH) yang diratifikasi menjadi UU No 5/1994, Raja Ampat, telah menjadi perhatian dunia.

Dua puluh tahun lalu beberapa puluh kawasan ditetapkan sebagai Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD). Kekayaan alam yang kekayaannya luar biasa ini menjadi modal alam serta masa depan Raja Ampat. KKLD merupakan upaya mempertahankan kesatuan ekosistem yang disebut sebagai tempat pemijahan ikan-ikan (spawning aggregation). Kawasan ini dilindungi, ibarat tabungan ikan yang akan selalu memberikan anak-anaknya ketika ekosistem terjaga dengan aman.  

Membunuh angsa bertelur emas

Ada dua pilihan, untuk pembangunan dan keadilan ekonomi Raja Ampat. Tetap memberikan hak tambang, yang membawa resiko lingkungan dan kerusakan yang hebat, tanpa dapat dikembalikan secara utuh. Atau mengubah strategi pembangunan dan kesejahteraan di Raja ampat. Opsi pertama, adalah seperti kisah “angsa bertelur emas”, yang memberikan telur emasnya sepanjang hari, kemudian tiba masa jeda. Si pemilik angsa tidak sabar, dan memotong angsa-angsanya, memaksa emas yang tersedia di perut angsa, yang kemudian terkapar tidak lagi bernyawa. Mati. 

Opsi kedua, adalah mengelola Raja Ampat dengan baik dan mempertahankan alamnya. Memelihara angsa bertelur emas. Hasil studi Anita Dohar dan Dessy Anggraeni (2006) tentang Valuasi Ekonomi Sumber Daya Alam Raja Ampat memaparkan dari pemanfaatan sumberdaya laut di Kepulauan Raja Ampat yang mencapai Rp 126 miliar per tahun.

Nilai ini terdiri dari nilai ekonomi perikanan tradisional, Rp 63 miliar per tahun, perikanan tangkap komersial Rp 20 miliar per tahun, budidaya mutiara Rp 41 miliar per tahun, pengumpulan biota laut, seperti teripang dan lola, Rp 2 miliar per tahun dan budidaya rumput laut Rp 23 juta per tahun. Total nilai bersih net present value ( NPV ) untuk pemanfaatan sumberdaya perikanan mencapai Rp 1,2 triliun dalam jangka waktu 20 tahun dengan tingkat suku bunga 10 persen. Nilai belum ditambah dari ekonomi dari sektor pariwisata yang mencapai angka Rp 14 milyar per tahun atau mencapai Rp 289 miliar dalam jangka waktu 20 tahun, perhitungan yang lebih menguntungkan. 

Sementara jika digunakan industri ekstraktif, nilai ekonomi dari potensi pemanfaatan tambang (nikel) dan minyak bumi diperkirakan mencapai angka Rp 1,3 triliun dan Rp 113 milyar untuk jangka waktu 20 tahun, tetapi ada resiko besar alam yang rusak dan produktifitas modal alami serta ekosistem Raja Ampat akan hancur. Janganlah karena tidak sabar, lalu membunuh angsa yang bertelur emas di Raja Ampat.

Read Entire Article
Politics | | | |