REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Di tengah pesatnya geliat pariwisata Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Bajaj Maxride, moda transportasi roda tiga berbasis aplikasi kian mencuri perhatian publik. Bentuknya yang ringkas, kabin tertutup yang nyaman, serta kemudahan pemesanan melalui aplikasi menjadikan layanan ini cepat menjadi primadona baru, terutama bagi wisatawan yang ingin menikmati sensasi blusukan khas Kota Gudeg.
Popularitas itu terlihat dari banyaknya respons positif para pelancong. Salah satunya wisatawan asal Jakarta, Betti. Selama berlibur di Yogyakarta, dirinya mengaku hampir selalu mengandalkan Maxride karena faktor kenyamanan dan kepastian tarif.
"Nyaman dan lega, bisa bawa banyak barang. Feel-nya beda dengan bajaj di Jakarta. Aplikasinya jelas, tinggal klik, tarif langsung muncul," ujar Betti, Rabu (10/12/2025).
Sementara Imas, wisatawan dari Bandung, merasa sangat terbantu saat harus membawa banyak barang belanjaan dari Pasar Beringharjo maupun ketika dijemput di stasiun. Imas memberi kesan serupa setelah merasakan langsung layanan tersebut.
"Nyamanlah intinya soalnya ketutup yaa dan gak panas, hari ini saya nyoba naik lagi main ke Beringharjo mau belanja daster, pulangnya mau pesen Bajaj lagi dong pastinya, enak soalnya buat bawa banyak barang, aa driver-nya juga baik baik kemarin mau bantu angkatin barang saya," kata dia.
Ini menunjukkan bahwa Maxride bukan hanya sekadar moda transportasi alternatif, tetapi juga bagian dari pengalaman wisata yang lebih menyenangkan, modern, praktis, dan relevan dengan kebutuhan pelancong masa kini.
Namun sayang, kehadiran Maxride di Kota Yogyakarta itu masih menjadi polemik karena terhalang aturan regulasi pemerintah melarang kendaraan tersebut beroperasi.
Wakil Ketua Asosiasi Pengemudi Maxride Yogyakarta, Sapto menjelaskan para mitra pengemudi memiliki mimpi besar agar moda ini kelak bisa diakui sebagai ikon transportasi wisata berbasis komunitas. Bagi para pengemudi, Maxride hadir bukan hanya sebagai sumber pendapatan, tetapi juga sebagai peluang untuk menghubungkan wisatawan dengan UMKM serta titik-titik wisata kecil di dalam kampung. Fisik bajaj yang ramping ini memungkinkan kendaraan ini masuk ke gang-gang sempit yang tak bisa dilalui mobil atau bus wisata.
"Satu bajaj bisa isi dua sampai tiga orang, masuk gang kecil, antar wisatawan ke tempat perajin atau UMKM langsung di dalam kampung. Cita-cita kami, Maxride bisa menjadi bajaj wisata Yogyakarta," katanya dihubungi terpisah.
Lebih dari itu, desain kabin tertutup membuat Maxride menjadi pilihan inklusif bagi lansia, pasien medis, bahkan atlet disabilitas yang membutuhkan transportasi aman, stabil, dan terlindungi dari cuaca. Di sisi lain, teknologi aplikasi yang digunakan Maxride juga memudahkan wisatawan, termasuk wisatawan mancanegara, karena tarif dapat dilihat langsung tanpa tawar-menawar, metode pembayaran lebih fleksibel, dan layanan dapat dipantau dengan jelas.
Menunggu kepastian regulasi
Meski manfaat sosial dan ekonominya kian terasa, kehadiran Maxride hingga kini belum sepenuhnya memiliki landasan hukum yang jelas sehingga membuatnya berada dalam kategori yang tidak sepenuhnya tertampung oleh regulasi transportasi umum yang berlaku saat ini.
Sekretaris Daerah (Sekda) DIY, Ni Made Dwipanti Indrayanti, menegaskan pengoperasian kendaraan roda tiga sebagai angkutan orang berbasis aplikasi membutuhkan aturan daerah yang spesifik dan terstruktur.
Pemda DIY mendorong pemerintah kabupaten/kota segera menyusun aturan teknis, mulai dari zonasi hingga prosedur operasional agar inovasi transportasi ini tidak justru memunculkan persoalan baru ke depan. Di satu sisi, regulasi diperlukan untuk melindungi keselamatan penumpang dan memastikan persaingan usaha yang sehat. Di sisi lain, aturan yang terlalu membatasi dikhawatirkan dapat menghambat perkembangan transportasi alternatif yang kini sudah terbukti dibutuhkan masyarakat.
"Maxride ini beda dengan bentor yang jelas ilegal. Motor pribadinya legal, tapi fungsinya dipakai angkutan orang. Itu yang harus dibatasi kabupaten/kota, boleh beroperasi di mana, kawasan mana atau bahkan tidak boleh sama sekali," ungkap Ni Made.
Peluang Maxride untuk kembali beroperasi tetap terbuka asalkan memenuhi izin dan hanya di kawasan tertentu.
"Bisa saja, tetapi hanya di kawasan tertentu, misalnya permukiman atau untuk kepentingan pribadi," ujarnya.
Sebagai informasi, polemik terkait operasional Bajaj di wilayah Yogyakarta masih menjadi perbincangan setelah Pemerintah Kota Yogyakarta menerbitkan Surat Edaran (SE) Wali Kota yang melarang layanan tersebut beroperasi.
Larangan ini bukan sekadar persoalan transportasi, melainkan langkah strategis untuk menjaga keaslian transportasi tradisional yang telah menjadi identitas budaya Yogyakarta.

1 hour ago
2











































