REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mempromosikan pengelolaan tuna yang ramah lingkungan dan berkelanjutan dalam ajang Seafood Expo Global(SEG) 2025 di Barcelona, Spanyol. Pengelolaan tuna ramah lingkungan tersebut diwujudkan melalui Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 36 Tahun 2023 yang mengatur penggunaan alat penangkapan pole and line serta handline untuk ikan tuna.
Regulasi itu juga mencakup ketentuan area operasional (zona/jalur), ukuran kapal, dan aspek teknis lainnya, termasuk penggunaan alat tangkap mekanis.
“Produk tuna Indonesia yang beredar di pasar mengutamakan keberlanjutan karena ditangkap dengan alat yang ramah lingkungan seperti pole and line dan handline,” ujar Direktur Jenderal Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan (PDSPKP) KKP, Tornanda Syaifullah, dalam keterangan tertulis dikutip pada Jumat (23/5/2025).
Tornanda menyampaikan bahwa SEG 2025 menjadi momentum penting untuk memperkuat posisi Indonesia sebagai produsen tuna berkelanjutan. Dalam forum diskusi side event SEG bertajuk "IPNLF’s Vision for the Future Event" yang digelar belum lama ini, Tornanda memaparkan inisiatif strategis Indonesia melalui lima program prioritas kebijakan ekonomi biru.
Program ini dirancang untuk memastikan industri perikanan berjalan berkelanjutan dengan menjunjung tinggi prinsip-prinsip hak asasi manusia, keterlacakan, transparansi, serta kepatuhan terhadap regulasi.
“Sebagai salah satu negara penangkap tuna utama dunia dengan pangsa 16 persen, Indonesia mendukung praktik perikanan tuna yang bertanggung jawab, seperti pole and line dan handline, untuk menembus pasar global,” kata Tornanda.
Ia juga mengapresiasi dukungan International Pole and Line Foundation (IPNLF) terhadap Indonesia di ajang tersebut, serta menekankan pentingnya dialog langsung dengan para pembeli atau importir tuna. Hal ini dinilai krusial untuk membangun komitmen bersama dan memperkuat kerja sama yang berlandaskan jaminan ekologi, ekonomi, dan tanggung jawab sosial secara berkelanjutan.
Para pelaku usaha, baik pembeli maupun eksportir, diharapkan tidak hanya fokus pada keberlanjutan ekosistem tuna, tetapi juga pada peningkatan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat di daerah penghasil tuna sebagai dampak dari aktivitas perikanan berkelanjutan.
Upaya KKP juga sejalan dengan pemenuhan standar mutu dan keamanan produk seperti GMP-SSOP (Good Manufacturing Practices-Sanitation Standard Operating Procedure) dan HACCP (Hazard Analysis and Critical Control Points), serta aspek keberlanjutan dan keterlacakan melalui Sertifikat Hasil Tangkapan Ikan (SHTI), sertifikasi pihak ketiga seperti MSC (Marine Stewardship Council) dan BRC (British Retail Consortium), serta dokumen lain yang dipersyaratkan di pasar Uni Eropa.
Berbagai upaya tersebut mendorong Indonesia menjadi salah satu dari lima eksportir tuna terbesar di dunia, dengan nilai ekspor mencapai 1,03 miliar dolar AS pada 2024. “Jumlah ini meningkat signifikan sebesar 11,6 persen secara tahunan, terutama ke kawasan ASEAN, Amerika Serikat, Uni Eropa, Jepang, dan Timur Tengah,” kata Tornanda.
Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono menekankan pentingnya implementasi program ekonomi biru untuk menjaga keberlanjutan ekosistem perikanan dan ketahanan pangan nasional. Kebijakan ini bertujuan mempertahankan kelestarian alam tanpa menghambat pengembangan ekonomi.