REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pasar tenaga kerja di Indonesia masih menyisakan banyak pekerjaan rumah bagi pemerintah dan masyarakat. Meski tingkat pengangguran terbuka (TPT) mengalami penurunan, kondisi para pekerja tetap dalam tekanan, di tengah gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) yang berlanjut serta maraknya peralihan ke sektor informal dan gig economy.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, TPT di Indonesia turun dari 4,82 persen menjadi 4,76 persen pada Februari 2025. Angka tersebut setara dengan 7,28 juta pengangguran dari total 153,05 juta angkatan kerja.
“Meskipun TPT menurun pada awal 2025, kondisi ini belum sepenuhnya mencerminkan perbaikan struktural pasar kerja,” bunyi kajian Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI) bertajuk Kajian Perlindungan Sosial dan Tenaga Kerja, yang disusun oleh Muhammad Hanri dan Nia Kurnia Sholihah, dikutip Senin (16/6/2025).
Menurut kajian, di balik membaiknya indikator makro, tekanan masih tinggi terutama pada lulusan pendidikan menengah dan kejuruan yang sulit mengakses pekerjaan layak. Dari TPT 4,76 persen, pengangguran terbanyak berasal dari lulusan SMA (28,01 persen) dan SMK (22,37 persen).
LPEM FEB UI menyebut, meski TPT menurun, secara absolut jumlah penganggur meningkat dari 7,20 juta menjadi 7,28 juta orang. Ini menunjukkan penurunan TPT lebih dipengaruhi oleh pertumbuhan angkatan kerja dan penyerapan tenaga kerja secara umum, bukan semata karena berkurangnya penganggur.
“Gelombang PHK yang terus berlangsung mendorong banyak pekerja masuk ke sektor informal dan gig economy dengan kondisi kerja panjang tanpa perlindungan memadai. Tantangan utama kini bukan hanya penciptaan lapangan kerja secara kuantitatif, tapi juga peningkatan kualitas dan perlindungan kerja,” jelasnya.
Penurunan TPT pada Februari 2025, menurut peneliti, perlu dibaca lebih saksama. Meski terjadi peningkatan jumlah penduduk bekerja, indikator seperti pertumbuhan sektor informal, jam kerja rendah, dan perlambatan upah menunjukkan tantangan struktural tetap ada.
Data menunjukkan, pada Februari 2025 terjadi kenaikan proporsi pekerja informal dari 59,17 persen menjadi 59,40 persen. Sementara itu, proporsi pekerja formal justru menurun. Sekitar 33,81 persen penduduk bekerja tercatat bekerja kurang dari 35 jam per minggu. Tingkat setengah pengangguran tercatat sebesar 8 persen.
Upah rata-rata buruh secara nasional per Februari 2025 sebesar Rp 3,09 juta, naik 1,78 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Ketimpangan upah masih terlihat berdasarkan jenis kelamin, sektor pekerjaan, dan tingkat pendidikan. Sekitar 35,89 persen tenaga kerja Indonesia masih berpendidikan SD ke bawah.
“Penguatan kebijakan ketenagakerjaan perlu mencakup aspek kualitas pekerjaan secara menyeluruh, termasuk akses terhadap pekerjaan layak, perlindungan bagi pekerja informal, dan peningkatan keterampilan tenaga kerja,” ujar peneliti.