Kubah Hijau Masjid Nabi di Masjid Nabawi, Sabtu (11/5/2024).
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA—Salah satu elemen terpenting untuk pendirian sebuah negara adalah adanya lokasi yang menjadi pusat negara tersebut dan yang menjadi tempat tinggal warganya dengan aman dan bermartabat.
Konstitusi telah menjadi jelas, dasar-dasar yang menjadi dasar negara ini telah diwahyukan dalam Alquran, dan wahyu terus turun atas perintah Allah SWT ke dalam hati Nabi-Nya SAW untuk lebih banyak lagi undang-undang, keputusan, dan sebagainya. Kaum Muslimin telah menjadi kekuatan yang harus diperhitungkan.
Jumlah mereka meningkat, dan mereka ditemukan hampir di mana-mana, hanya menyisakan tanah untuk mengumpulkan mereka.
Pilihan kota (Yatsrib) didasarkan pada serangkaian alasan, dan setelah penelitian analitis yang cermat dan ekstensif terhadap realitas situasi.
Berikut ini sejumlah alasan mengapa Madinah dipilih sebagai pusat pemerintan negara Islam ketika itu:
Pertama, Yatsrib bukanlah pusat keagamaan yang akan menjadi sumber konflik di antara orang-orang Arab, juga tidak ada sesuatu yang akan menyebabkan orang-orang Arab berebut seperti kehadiran Ka'bah di Makkah, sebaliknya, kehadiran orang-orang Yahudi di Yatsrib akan berarti masalah.
BACA JUGA: Abbas Gembosi Pejuang Gaza yang Korbankan Jiwa Raga, Akhir Keruntuhan Otoritas Palestina?
Kedua, tidak adanya kepemimpinan yang jelas di kota tersebut, sebagaimana yang terjadi di kota-kota lain di Jazirah. Sebagaimana diketahui adanya konflik historis tradisional antara suku Aus dan Khazraj, dan kecurigaan serta ketidakpercayaan antara Arab dan Yahudi di dalamnya.
Kecuali apa yang pernah direncanakan oleh Abdullah bin Ubay bin Salul, pemimpin kaum munafik, untuk mengambil alih komando, namun hal itu mencair dengan cepat karena kurangnya keseriusan dan sebab-sebab lain ketika Islam pertama kali masuk ke kota tersebut.