REPUBLIKA.CO.ID, BANTUL -- Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid belum menyimpulkan adanya mafia tanah dalam kasus penipuan dokumen tanah yang dialami Mbah Tupon dan korban kasus tanah lainnya di Kabupaten Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta. "Apakah ini (kasus tanah Mbah Tupon) bisa dikatakan mafia tanah, saya belum menyimpulkan. Pertama nilai ekonominya kecil, yang kedua sindikasinya," kata Menteri Nusron, Ahad (11/5/2025).
Menurut dia, kasus tanah yang dialami Mbah Tupon warga Ngentak, Bangunjiwo, Bantul tersebut masih dikategorikan penipuan terkait dokumen tanah. Dugaan penipuan itu yang kemudian dimanfaatkan pelaku untuk peralihan nama dalam sertifikat tanah tersebut.
"Ya, mungkin ini pemalsuan biasa, penipuan biasa, kejahatan lah, tapi belum bisa dimasukkan kategori mafia tanah," katanya.
Menteri Nusron mengatakan kalau kejahatan mafia tanah itu menyangkut tanah yang luasnya ratusan sampai ribuan hektare. Kejahatan berlanjut ke pemalsuan dokumennya sampai menimbulkan kerugian ratusan miliar bahkan triliunan rupiah.
"Nah, itu mungkin bisa masuk kategori mafia tanah dan itu ada jejaringnya. Ini kan pelakunya dan korbannya baru satu, Mbah Tupon yang dilakukan orang itu. Tapi intinya ini kejahatan biasa, tidak ada unsur mensrea dari orang BPN, tidak ada," katanya.
Menteri ATR BPN meyakini tidak adanya mafia tanah dalam kasus Mbah Tupon karena proses peralihan nama atau balik nama sertifikat dari Mbah Tupon ke Indah Fatmawati tersebut terdapat tanda tangan pemilik dan dokumen lainnya, sehingga proses di BPN bisa berjalan.
"Ketika saat membalikkan nama sertifikat kan memang faktanya ada tanda tangan Mbah Tupon. Faktanya. Selain itu tidak mungkin orang BPN bertanya apakah ini proses dulunya penipuan tanda tangan apa tidak, tidak sampai ke situ," katanya.
Meski demikian, kata Menteri, karena kasus tanah Mbah Tupon sudah dilaporkan ke pihak kepolisian maka selanjutnya adalah aparat hukum yang melakukan penyelidikan dan mengusut kasus tanah tersebut.
"Kalau ada unsur rekayasa dan tanda tangan penipuannya melibatkan orang BPN pasti akan kami tindak orang BPN itu. Tapi ini pemalsuan dokumen, ini kan SPH (surat pelimpahan hak) melalui AJB (akta jual beli), Mbah Tupon tidak bisa baca, ditipu dan disuruh tanda tangan saja dan tanahnya dijual," katanya.
Mbah Tupon, warga Ngentak, Bangunjiwo menjadi korban penggelapan sertifikat tanah, setelah sertifikat tanah miliknya seluas 1.655 meter persegi diketahui beralih nama menjadi milik orang lain dan dijadikan agunan kredit sebesar Rp 1,5 miliar di PNM tanpa sepengetahuannya. Keluarga Mbah Tupon hingga kini menunggu pengembalian hak dan keadilan atas sertifikat tanah yang mereka anggap telah disalahgunakan oleh pihak yang dipercayai. Kasus tanah tersebut sudah dilaporkan keluarga Mbah Tupon ke Polda DIY.
sumber : Antara