Program jaminan sosial ketenagakerjaan yang dikelola BPJS Ketenagakerjaan sudah baik meski belum optimal dalam implementasi. (ilustrasi)
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti, Trubus Rahardiansyah menyampaikan perlunya upaya mengoptimalkan implementasi program jaminan sosial ketenagakerjaan, terutama informasi pasar kerja untuk menghadapi potensi peningkatan pemutusan hubungan kerja (PHK).
Trubus mengatakan program jaminan sosial ketenagakerjaan yang dikelola BPJS Ketenagakerjaan sudah baik meski belum optimal dalam implementasi, terutama yang menyangkut asistensi untuk memastikan pekerja korban PHK dapat kembali segera bekerja.
"Itu yang harusnya ada jaminan, kan bagian jaminan ketenagakerjaan. Jadi, itu yang menurut saya perlu didorong," katanya.
Langkah itu diperlukan menghadapi tren PHK yang terjadi di Indonesia baru-baru ini, dengan jumlah PHK menurut Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) mencapai 26.455 pekerja per 20 Mei 2025. Dari jumlah tersebut, mayoritas terjadi di wilayah Jawa Tengah, disusul Jakarta dan Riau.
Data Kemnaker dalam periode itu memperlihatkan jumlah PHK di Jawa Tengah mencapai 10.695 kasus, diikuti dengan Jakarta di angka 6.279 serta Riau dengan 3.570 kasus. Sektor yang paling banyak di sektor pengolahan, perdagangan besar eceran dan jasa.
Informasi pasar kerja sendiri sudah masuk dalam program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP). Di mana selain bantuan uang tunai selama 6 bulan, peserta juga bisa memanfaatkan akses konseling, pelatihan kerja dan informasi pasar kerja untuk memastikan mereka dapat segera bekerja kembali.
"Intinya, lebih kepada bagaimana pemerintah memberikan perlakukan atau kepedulian yang sudah di-PHK ini dan ke depannya bagaimana mereka bisa mendapatkan pekerjaan kembali," ujar Trubus.
Sebelumnya, Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) dalam rapat dengan Komisi IX DPR RI pada akhir Mei 205, mengatakan terjadi peningkatan klaim dari program jaminan kehilangan pekerjaan (JKP) untuk tahun ini, jika dibandingkan 2024. Data BPJS Ketenagakerjaan memperlihatkan klaim JKP pada tahun 2025 hingga bulan April lalu mencapai 13.210 per bulan.
Jumlah itu meningkat tajam jika dibandingkan pada rata-rata 2023, sebanyak 4.478 per bulan dan 4.816 pada 2024. Rasio klaim juga meningkat menjadi 25 persen per April 2025, dibanding 13 persen pada 2023-2024.
Menurut DJSN, hal itu menjadi sinyal bahwa terjadi penguatan pelindungan JKP, selain indikasi tren PHK yang cukup signifikan.
sumber : Antara