REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Pakar Hubungan Internasional dari Universitas Padjadjaran (Unpad), Dina Sulaeman, menilai serangan awalan Israel ke Iran yang terjadi belum lama ini tidak memiliki dasar hukum internasional yang sah. Dia menyebut tindakan Israel sebagai bentuk pre-emptive strike yang tidak diakui dalam hukum internasional dan justru menjadi pelanggaran serius terhadap Piagam PBB.
Dia menjelaskan, dalam hukum internasional tidak ada konsep yang membenarkan serangan pencegahan semacam itu.
“Dalam hukum internasional tidak ada yang disebut pre-emptive strike. Sama sekali tidak dibolehkan. Di Pasal 51 PBB tentang hak untuk sebuah negara membela diri itu bisa dilakukan kalau ancamannya betul-betul sudah terjadi," ujar Dina saat menjadi narasumber Forum Kramat yang digelar di Gedung PBNU, Jakarta Pusat, Jumat (20/6/2025).
Lebih lanjut, Dina mempertanyakan narasi yang dibangun Israel soal keberadaan proyek bom nuklir Iran. Dia mengutip laporan terbaru dari Badan Energi Atom Internasional (IAEA) yang tidak menemukan bukti Iran sedang mengembangkan senjata nuklir.
"Laporan terakhir IAEA, itu lembaga di PBB yang mengawasi proyek-proyek nuklir seluruh dunia, kecuali Israel tentu saja, menyatakan bahwa tidak ada sama sekali bukti bahwa Iran sedang membuat bom nuklir atau senjata nuklir,” ujar Dina.
“Rafael Grossi, Direktur IAEA ini juga mengatakan, ya memang kami tidak menemukan adanya bukti bahwa Iran akan membuat senjata nuklir. Berarti kan tuduhan dari Netanyahu ini tidak ada buktinya,” kata Dina.
Dia pun menyebut tuduhan Netanyahu terhadap Iran sebagai narasi lama yang terus diulang-ulang sejak 1996. Hingga kini, kata Dina, senjata nuklir yang dikhawatirkan itu tidak pernah terbukti ada.
Menurut dia, serangan Israel ke Iran lebih bernuansa politik domestik, terutama menyangkut posisi Netanyahu yang semakin terdesak.
“Kalau menurut saya, indikasinya adalah beberapa jam sebelum Israel menyerang Iran, itu parlemen Israel sedang sidang, mau voting untuk memutuskan apakah kabinetnya Netanyahu dibubarkan atau tidak. Netanyahu betul-betul terjepit posisinya secara politik karena penentangan terhadap dia sangat besar,” jelas Dina.
Dina menyebut tindakan Netanyahu sebagai bentuk diversionary war, perang yang dilakukan untuk mengalihkan perhatian publik dari krisis internal.
“Yang dilakukan Netanyahu untuk supaya dia tetap posisinya yaitu dia melancarkan perang di luar negeri. Ini kalau di kajian keamanan disebutnya diversionary war. Jadi seorang pemimpin ketika dia terjepit di dalam negeri bisa saja melancarkan serangan militer ke luar negeri supaya di dalam negeri jadi solid lagi karena ada musuh bersama,” kata Dina.
Dia juga menyinggung kondisi Gaza yang menjadi sorotan dunia internasional. Menurut dia, eskalasi di Iran menjadi cara Netanyahu untuk mengalihkan opini publik dunia dari kecaman terhadap Israel atas serangan brutalnya di Gaza.
Terkait sikap dunia internasional, Dina menyoroti posisi Rusia dan China yang telah mengecam Israel, namun belum menunjukkan langkah konkret mendukung Iran secara langsung.
“Secara hukum PBB memang harus mengecam Israel karena ini melanggar Piagam PBB, dan posisi setiap PBB juga mengecam Israel dalam serangan ini. Tapi praktiknya apakah Rusia dan China kemudian memberikan bantuan langsung ke Iran atau ikut perang secara langsung? Saya pikir tidak. Kalau bantuan logistik mungkin,” ujar Dina.
Sedangkan dari pihak Amerika Serikat, respons yang diberikan dinilai masih menggantung.
“Kalau Amerika Serikat sendiri yang terbaru itu jubir Presiden Trump mengatakan Trump akan memberikan keputusan dua minggu lagi. Menurut saya itu sinyal bahwa Trump tidak ingin mengambil keputusan. Dia nggak mau ikut terlibat dalam perang karena biayanya sangat mahal tapi kalau terang-terangan mengatakan tidak akan membantu Israel juga nggak mungkin,” jar Dina.
Dia menilai langkah AS tersebut hanya untuk menunda keputusan politik dan menghindari keterlibatan langsung dalam konflik.
“Dalam dua minggu itu banyak sekali hal yang bisa terjadi. Kemampuan Israel untuk menahan serangan Iran dalam dua minggu itu juga saya pikir sangat dipertanyakan ya. Sekarang dia udah kelihatan kesulitan," kata Dina Sulaeman.