Perangi Ekonomi Rabun Jauh, Kasih No Legalisasi Kasino

7 hours ago 3

Oleh : Iwan Rudi Saktiawan; Pakar Ekonomi Syariah dan Pengurus Corporate Forum for CSR [CFCD], saat ini bekerja di KNEKS

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Legalisasi kasino sempat menjadi polemik di media, dipicu pernyataan anggota legislatif (aleg) DPR RI tentang rencana legalisasi kasino di UEA, Kamis (8/5/2025) di komisi XI. Meski Aleg tersebut membantah memberikan usulan legalisasi kasino di Indonesia, namun telah mengamplifikasi dukungan legalisasi kasino di Indonesia.

Amplifikasi tersebut misalnya dapat dilihat dalam berita di cnbcindonesia.com dengan judul “Kasino Pertama di RI Beroperasi, Pemerintah Cuan Miliaran Rupiah”, (15/5/2025). Sedemikian tendensiusnya berita tersebut, sampai-sampai kejadian 58 tahun lalu, yakni legalisasi kasino di Jakarta pada tahun 1967 diungkit kembali. Bahkan, dalam isi beritanya ada pujian bahwa dari hasil legalisasi kasino tersebut telah berkontribusi banyak bagi pembangunan Jakarta.

Ekonomi Rabun Jauh

Yang menjadi fokus tulisan ini bukan tentang apakah pernyataan anggota legislatif tersebut sebagai usulan atau tidak. Penulis ingin menyingkap paradigma yang memantik amplifikasi pernyataan tersebut, yakni short termism economy atau myopic view economy. Penulis memilih frasa ekonomi rabun jauh sebagai pengindonesiaan atas myopic view economy.  Rabun jauh adalah istilah kesehatan untuk kondisi mata yang hanya bisa melihat yang dekat, namun kesulitan melihat yang jauh. Meminjam istilah kesehatan tersebut, maka ekonomi rabun jauh adalah konsep ekonomi atau kebijakan ekonomi yang hanya mempertimbangkan keuntungan jangka pendek, namun mengabaikan akan adanya kerugian secara jangka panjang.

Alasan dukungan atas legalisasi judi khususnya kasino adalah salah satu contoh dari myopic view economy (ekonomi rabun jauh). Alasan dukungan tersebut adalah karena judi akan memberikan pendapatan yang besar bagi negara.  Padahal alasan tersebut terbantahkan karena kerugiannya jauh lebih besar, meskipun bisa jadi tidak segera terasa. Ternyata setiap 1 dolar penerimaan negara dari legalisasi judi menimbulkan kerugian sosial sebesar 7 hingga 10 dolar. Hal ini adalah temuan ekonom Earl L. Grinols dalam bukunya Gambling in America: Costs and Benefits (2004). Selain itu, berbagai studi internasional menunjukkan bahwa dampak sosial dari perjudian sangat signifikan. Dalam The Social and Economic Impacts of Gambling (2011), para peneliti dari Canadian Consortium for Gambling Research menyoroti bahwa perjudian meningkatkan risiko kriminalitas, masalah kesehatan mental, kekerasan dalam rumah tangga, serta penurunan produktivitas ekonomi masyarakat.

Contoh lain dari ekonomi rabun jauh adalah pihak yang mendukung eksploitasi hutan, dan kekayaan alam lainnya, tanpa melakukan konservasi lingkungan dan tanggung jawab sosial.  Membabat hutan dan menggantinya dengan perkebunan atau pabrik yang tidak ramah lingkungan, bisa jadi menghasilkan keuntungan segera. Bagi mereka, yang penting adalah pertumbuhan ekonomi jangka pendek, namun sayangnya tidak berhitung sisi negatif akan dampak sosial, lingkungan dan ekonomi secara jangka panjang. Padahal cepat atau lambat, dampak kerusakan alam, akan merugikan banyak pihak, termasuk pengelola bisnis tersebut.

Banyak kajian internasional yang mengkritik ekonomi rabun jauh.  Diantaranya adalah IMF paper work dari Mauro, P., & Zhou, S. (2017) yang berjudul Long-Term Effects of the Increase in Public Debt in Advanced Economies. Meskipun paper ini tentang utang publik namun menegaskan bahwa pandangan jangka pendek (ekonomi rabun jauh) dapat menghambat investasi jangka panjang yang penting bagi pertumbuhan nasional.  Selain itu, kita bisa melihat laporan dari Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD, 2015). Laporan tersebut berjudul Policy Challenges for Sustained Growth and Well-Being. Laporan ini membahas bagaimana tekanan politik jangka pendek dapat memiliki konsekuensi negatif yang signifikan terhadap keberlanjutan dan ketahanan ekonomi nasional dalam jangka panjang. 

Ekonomi Berkelanjutan

Lawan dari paradigma ekonomi rabun jauh, adalah paradigma ekonomi berkelanjutan. Paradigma ini berbasis value (nilai), mempertimbangkan aspek lain selain keuntungan (profit(, diantaranya planet (lingkungan) dan people (sosial kemasyarakatan).  Beberapa konsep ekonomi yang dapat digolongkan sebagai ekonomi berkelanjutan diantaranya adalah konsep green economy, ESG (economy social governance), ekonomi syariah, dan lain-lain.

Bahwa ekonomi berkelanjutan justru yang bisa memberikan keuntungan, diantaranya dihasilkan dari kajian NYU Stern Center for Sustainable Business dan Rockefeller Asset Management. Hasil meta-analisis lebih dari 1.000 makalah penelitian yang diterbitkan antara tahun 2015 dan 2020, disimpulkan bahwa mayoritas studi menunjukkan hubungan positif antara penerapan prinsip-prinsip ESG (yang selaras dengan keberlanjutan dan 3P – People, Planet, Profit) dan peningkatan kinerja keuangan perusahaan.  Dengan demikian, untuk perusahaan yang didirikan untuk mencari keuntungan penerapan konsep ekonomi berkelanjutan ternyata menguntungkan, apalagi bagi negara. 

Dukungan Kebijakan Nasional

Dari uraian sebelumnya dapat disimpulkan bahwa penolakan atas legalisasi judi, adalah perang terhadap musuh yang lebih besar yakni ekonomi rabun jauh. Perang tersebut adalah bentuk dukungan atas kebijakan pembangunan negara.  Pemerintah RI saat ini sudah berada pada jalur yang benar dengan mendukung ekonomi berkelanjutan. Sebagai contoh, ekonomi syariah, green economy dan konsep ekonomi berkelanjutan lainnya ada dalam Asta Cita, RPJPN dan RPJMN.  

Dengan demikian, seharusnya dalam menyikapi UEA yang berencana melegalkan kasino tidak disikapi netral apalagi berkesan mendukung. Seharusnya kalimat yang benar adalah,”Meskipun negara perlu mencari pendapatan yang out of the box, Indonesia jangan seperti UEA yang berencana melegalisasi Kasino.” Maka untuk memerangi ekonomi rabun jauh, kasih no untuk legalisasi kasino!

Read Entire Article
Politics | | | |