Pertumbuhan Ekonomi Diprediksi di Bawah 5 Persen, Konsumsi Lemah Jadi Sorotan

5 hours ago 2

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini diperkirakan tidak akan mencapai 5 persen. Pelemahan konsumsi masyarakat dan tekanan eksternal menjadi penyebab utama melambatnya laju ekonomi nasional.

“Kalau kita bicara proyeksi dari lima daerah transnasional global, ini kita bicara pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini dan tahun depan, ini diproyeksikan hanya berkisar di bawah 5 persen,” kata Chief Economist Bank Permata Josua Pardede dalam paparan ekonomi di Jakarta, Rabu (14/5/2025).

Menurut Josua, tekanan global seperti perlambatan ekonomi China, perang dagang, dan ketegangan geopolitik menjadi faktor utama melambatnya ekonomi. Meski sempat terjadi kesepakatan dagang antara Amerika Serikat dan China, dampaknya hanya bersifat sementara.

Ia menekankan pentingnya dukungan dari sisi konsumsi domestik untuk menjaga pertumbuhan ekonomi. “Sehingga itu mungkin kita harus cermati juga bahwa situasi global dan juga mungkin tantangan dari dalamnya, domestiknya harus dijawab oleh pemerintah bagaimana mendorong, atau mendorong lagi dari sisi konsumsi belanja masyarakat,” ujarnya.

Konsumsi rumah tangga tercatat melambat pada kuartal pertama. Padahal, momen Ramadhan yang biasanya mendorong belanja masyarakat tidak cukup kuat mengangkat pertumbuhan.

“Kita lihat nanti di kuartal satu itu relatif cukup melambat, sekalipun ada seasonal factor, yakni ada Ramadhan yang sudah dilalui, namun tidak bisa mengangkat pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat lagi,” kata Josua.

Meski demikian, Josua menilai kinerja ekonomi Indonesia masih lebih baik dibandingkan beberapa negara lain di kawasan Asia. Ia menyebut perlambatan ekonomi global berdampak lebih dalam terhadap negara-negara lain yang menjadi mitra dagang utama RI.

“Namun kalau kita dibandingkan dengan G20 dan juga beberapa peers negara lain di Asia, kinerja ekonomi kita masih relatif lebih baik dibandingkan negara lain yang mungkin pelemahannya lebih dalam,” ucap Josua.

Josua menambahkan, meski IMF memproyeksikan pertumbuhan Indonesia sebesar 4,7 persen, angka ini masih bisa berubah tergantung hasil akhir negosiasi dagang global. “4,7 persen ini merupakan implikasi kalau risk pokok tarif yang ditetapkan oleh pemerintah Amerika Serikat adalah yang maksimum tarif,” katanya.

Ia juga menyoroti tekanan ekonomi global tidak hanya berdampak langsung pada ekspor, tapi juga secara tidak langsung melalui jalur perdagangan mitra dagang. Penurunan harga komoditas utama ekspor seperti CPO dan batu bara juga menjadi perhatian.

Read Entire Article
Politics | | | |