REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- DPRD Daerah Istimewa Yogyakarta mengajak seluruh pemangku kepentingan, mulai dari unsur pemerintah, aparat keamanan, tokoh masyarakat, hingga warga, untuk mengedepankan kebenaran dan menempatkan kepentingan bangsa di atas kepentingan pribadi maupun golongan. Ajakan tersebut disampaikan melalui pendekatan budaya dalam pagelaran wayang kulit yang digelar, Sabtu (13/12/2025), malam di halaman gedung DPRD DIY.
Pagelaran wayang yang menyuguhkan lakon Kangsa Adu Jago dan dimainkan oleh dalang Ki Geter Pramuji Widodo itu menjadikan malam budaya tersebut sebagai ruang kebersamaan sekaligus refleksi nilai-nilai kebangsaan. Ketua Komisi A DPRD DIY, Eko Suwanto, menegaskan lakon yang dipilih mengandung pesan kuat yang relevan dengan tantangan kehidupan berbangsa dan bernegara saat ini. Wayang dipandang sebagai media efektif untuk menyampaikan nilai perjuangan, kemerdekaan, dan perdamaian secara mendalam dan kontekstual.
Menurutnya, Pancasila harus menjadi titik temu seluruh elemen bangsa dalam menghadapi situasi yang semakin kompleks.
"Pancasila menjadi satu ruang bersama untuk kemudian kita khidmati secara bersama-sama. Kehadiran teman-teman, kalau sudah ada polisi, ada tentara, ada jaga warga, ada linmas, ada masyarakat. Insya Allah kita bisa jaga Indonesia dari Jogja, di tengah-tengah situasi yang sungguh tidak mudah," ungkapnya, Sabtu malam.
Pagelaran wayang kulit lakon Kangsa Adu Jago tidak hanya menjadi tontonan budaya, tetapi juga ruang refleksi, kritik, dan dedikasi bersama bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Melalui pertunjukan tersebut, Eko menyebut nilai Pancasila, kepahlawanan, serta keberanian berpihak pada kebenaran harus terus digelorakan sebagai fondasi utama dalam menjalani kehidupan publik.
Ia menyampaikan salah satu keistimewaan wayang adalah kemampuannya menyampaikan kritik secara tajam namun tetap elegan. Kritik tersebut dapat menyasar siapa saja, termasuk para penyelenggara negara, tanpa kehilangan nilai etika dan kebijaksanaan. Dalam lakon yang dibawakan malam ini, sosok Kangsa yang dikenal kontroversial dalam berbagai literasi juga menjadi simbol perlawanan terhadap keculasan dan kejahatan. Dalam pakem wayang Indonesia, kejahatan tidak pernah menjadi pemenang. Kebenaran selalu menemukan jalannya, meskipun harus melalui jalan yang terjal dan berliku.
"Dalang itu gak bisa dituntut proses hukum," kata Eko.
"Kita harus menerima itu sebagai masukan, sebagai kritik sebagai dedikasi dan perbaikan untuk kita semua," ucapnya menambahkan.
Lebih jauh, Eko menyinggung konteks kehidupan politik dan demokrasi saat ini. Ia juga mengajak seluruh pihak untuk terus saling mengingatkan agar tidak keluar dari koridor kebenaran dan Pancasila. Menurutnya, kritik, masukan, dan doa dari masyarakat menjadi bagian penting dalam menjaga integritas para wakil rakyat.
"Kami dari DPRD mohon doa, mohon masukannya juga karena untuk berjalan di kebenaran ini juga perlu diingatkan. Kadang-kadang juga perlu diberikan kritik, diberikan masukan dan sekaligus mohon doa, mudah-mudahan di tengah-tengah arus pragmatisme yang berkembang, arus liberalisme politik yang berkembang, kita baru saja melihat bagaimana Pilkada di New York, Zohran bisa memenangkan dengan cara-cara yang manusiawi, cara-cara yang sederhana demikian juga Bapak Ibu yang berproses di dalam politik tentu selalu berpegang kepada Pancasila," ungkapnya.

2 hours ago
6













































