REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Rumah Mocaf mendorong hilirisasi pangan berbasis energi baru terbarukan (EBT) sebagai upaya meningkatkan nilai tambah singkong yang selama ini dianggap tanaman marginal. CEO Rumah Mocaf Indonesia Riza Azyumaridha Azra mengatakan langkah ini dilakukan agar komoditas tersebut memiliki nilai ekonomi tinggi.
"Kami lebih ke hilirisasi pangan dan juga menggunakan energi baru terbarukan (EBT) untuk mengembangkan pangan, khususnya singkong yang mana merupakan tanaman marginal," ujar Riza dalam acara Rembuk Energi dan Hilirisasi 2025 bertajuk “Energi yang Kuat adalah Energi yang Menjaga Bumi” di Pos Bloc, Jakarta, Rabu (10/12/2025).
Riza menilai stigma singkong sebagai makanan orang tidak mampu harus dihapus karena komoditas ini memiliki potensi besar jika diolah dengan inovasi. Ia menegaskan hilirisasi mampu membuat produk singkong diterima pasar modern dan internasional.
"Jadi katakan kalau kita dengar kata singkong kan makanannya orang-orang miskin, tapi ketika kita lakukan hilirisasi menjadi produk bernilai jual tinggi oleh anak-anak muda di desa ternyata bisa menghasilkan dan diterima di pasar internasional," lanjutnya.
Riza menjelaskan Rumah Mocaf mengembangkan modified cassava flour atau tepung mocaf yang karakteristiknya sangat mirip dengan tepung terigu. Produk ini dibuat melalui proses fermentasi sehingga kualitasnya jauh lebih baik dibanding tepung singkong konvensional.
"Mocaf itu singkatan dari modified cassava flour atau singkong yang termodifikasi yang memiliki karakteristik hampir sama dengan tepung terigu," ucapnya.
Riza menjelaskan Indonesia pernah menjadi produsen singkong terbesar kedua di dunia pada 2017, namun kini turun ke peringkat keenam akibat merosotnya minat petani. Ia menilai hilirisasi menjadi jalan agar petani kembali bergairah menanam singkong.
"Banyak petani singkong yang sudah tidak mau menanam karena harganya sangat murah dan fluktuatif," lanjut Riza.
Upaya hilirisasi yang dijalankan Rumah Mocaf menggunakan pendekatan sociopreneur dengan melibatkan komunitas desa. Riza menyampaikan ekosistem ini membentuk tiga klaster utama yang berperan dalam rantai produksi.
"Saya mencoba melakukan hilirisasi agar singkong ini bisa diterima masyarakat Indonesia dan petaninya juga sejahtera dan bermartabat," sambung Riza.
Riza memaparkan klaster pertama adalah petani singkong yang selama ini menjual hasilnya dengan harga sangat rendah sehingga kerap membiarkan panen membusuk. Limbah singkong kemudian diolah menjadi pakan ternak dan biogas untuk menciptakan siklus ekonomi baru.
"Petani singkong itu selama ini harga singkongnya bisa sampai 200 perak per kilo sehingga dibiarkan membusuk di lahan," sambung dia.
Klaster kedua memberdayakan ibu-ibu desa untuk mengolah singkong menjadi chip mocaf sehingga terbentuk perputaran ekonomi lokal. Penguatan peran perempuan desa ini membuat produksi mocaf berlangsung konsisten.
"Itu ibu-ibu yang tadinya menganggur kita berdayakan untuk membuat chip mocaf sehingga muncul perputaran perekonomian baru di desa," lanjut dia.
Klaster ketiga melibatkan anak-anak muda yang fokus pada branding, pengemasan, sertifikasi, dan pengembangan produk turunan. Hingga kini Rumah Mocaf telah menghasilkan lebih dari 20 jenis produk olahan berbasis mocaf.
"Anak-anak muda melakukan branding, packaging, sertifikasi, dan R&D sehingga menghasilkan banyak produk turunan dari mocaf," kata Riza.
Riza mengatakan model hilirisasi ini terinspirasi konsep small is beautiful yang menekankan pengembangan ekonomi dari desa oleh komunitas setempat. Riza menyebut seluruh klaster duduk bersama secara berkala untuk memastikan tidak ada pihak yang dirugikan.
"Istilah kami demokratisasi ekonomi, tidak ada yang sangat diuntungkan dan tidak ada yang dirugikan," ucap dia.
Riza menyampaikan saat ini Rumah Mocaf mulai memperluas replikasi model ke berbagai daerah di Indonesia. Ia menilai Indonesia memiliki pasar besar yang harus dimanfaatkan pelaku usaha lokal.
"Pertanyaannya kita itu mau menjadi pasar atau pemasar di negeri sendiri," tegas dia.
Ia juga menyoroti ironi Indonesia sebagai pengimpor gandum terbesar di dunia sementara petani singkong justru hidup dalam kemiskinan. Kondisi ini dinilai semakin memperkuat urgensi hilirisasi singkong sebagai sumber pangan alternatif.
"Indonesia sampai saat ini adalah negara yang mengimpor terigu terbesar di dunia, padahal 98 persen petani singkong berada di bawah garis kemiskinan," ungkapnya.
Menurut Riza, tepung mocaf lebih sehat karena bebas gluten dan sepenuhnya berasal dari tanaman lokal. Ia menilai pengembangan mocaf merupakan wujud nyata kedaulatan pangan Indonesia.
"Padahal singkong bisa diolah menjadi tepung mocaf yang lebih sehat dan ini kedaulatan pangan lokal karena benar-benar ditanam di Indonesia," kata Riza.

51 minutes ago
2










































