REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk (Telkom) bekerja sama dengan Universitas Gadjah Mada (UGM) dalam mengembangkan sistem deteksi gempa berbasis Distributed Acoustic Sensing (DAS) atau Penginderaan Akustik Terdistribusi. Direktur Utama Telkom, Ririek Adriansyah, mengatakan inovasi ini memanfaatkan infrastruktur kabel optik bawah laut milik Telkom sebagai media sensor untuk mendeteksi aktivitas seismik secara real-time.
“Teknologi ini diharapkan dapat memberikan manfaat langsung bagi masyarakat, khususnya yang tinggal di wilayah pesisir rawan bencana, melalui sistem peringatan dini yang lebih cepat dan akurat sehingga dapat meningkatkan keselamatan jiwa,” ujar Ririek dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat (23/5/2025).
Ririek menambahkan, inovasi ini juga memberikan nilai tambah strategis dalam perlindungan aset nasional serta penguatan mitigasi bencana secara menyeluruh. Kolaborasi ini dinilai sebagai langkah sinergis yang penting karena selain memperkuat sistem mitigasi bencana, juga mendukung ketahanan infrastruktur digital nasional.
Menurut Ririek, pemanfaatan kabel optik eksisting yang membentang dari Sabang hingga Merauke memungkinkan sistem DAS bekerja tanpa pemasangan sensor baru. Teknologi ini dapat memantau aktivitas seismik di zona subduksi aktif di wilayah selatan Jawa, Nusa Tenggara, dan pantai barat Sumatra, yang selama ini belum tercakup oleh sistem konvensional.
Telkom dan UGM juga tengah menyusun protokol kolaboratif agar data dapat digunakan secara terbuka untuk kepentingan riset dan kebijakan publik. Inisiatif ini merupakan bentuk kontribusi nyata Telkom dalam membangun resiliensi bangsa melalui teknologi digital yang berdampak langsung bagi masyarakat.
Wakil Rektor UGM Bidang Penelitian, Pengembangan Usaha, dan Kerja Sama, Danang Sri Hadmoko, menyambut positif kolaborasi ini. Ia menilai sinergi antara kampus dan industri menjadi kunci lahirnya inovasi teknologi yang bermanfaat luas.
“Teknologi DAS ini tidak hanya diharapkan menjadi solusi mitigasi bencana, tetapi juga mencerminkan komitmen bersama dalam membangun sistem kebencanaan yang inklusif dan berbasis data, dengan potensi penerapan luas di wilayah rawan bencana, termasuk daerah pesisir,” kata Danang.
Anggota tim peneliti UGM, Kuwat Triyana, menjelaskan bahwa teknologi DAS bekerja dengan memanfaatkan kabel optik sebagai sensor untuk mendeteksi gelombang seismik, khususnya gelombang primer (P-wave) yang muncul lebih awal dari gelombang sekunder (S-wave) yang bersifat merusak.
Dengan sistem ini, deteksi gempa dapat dilakukan secara real-time dan terintegrasi dengan sistem geospasial, memberikan peringatan dini beberapa detik hingga menit sebelum guncangan utama terjadi. Hal ini dinilai krusial bagi masyarakat pesisir untuk evakuasi dini dan penyelamatan.
Selain mitigasi bencana, Kuwat menyebut teknologi ini juga berperan strategis dalam pengamanan infrastruktur Sistem Komunikasi Kabel Laut (SKKL). DAS memungkinkan Telkom melakukan surveilans terhadap kabel laut yang rentan gangguan, baik oleh aktivitas alam seperti gempa maupun aktivitas manusia seperti pelayaran dan penangkapan ikan.
Gangguan kabel laut, menurut Kuwat, bisa terjadi hingga 15–17 kali per tahun dan berdampak besar pada biaya pemulihan layanan digital nasional. Dengan memanfaatkan kabel optik eksisting sebagai sistem sensor, Telkom dapat meningkatkan efisiensi operasional sekaligus melindungi aset jaringan bawah laut yang vital.
Saat ini, teknologi DAS direncanakan diuji coba pada kabel optik bawah laut antar-pulau di wilayah pesisir barat dan selatan Indonesia yang memiliki aktivitas seismik tinggi. Rencananya, sistem ini akan diperluas ke berbagai wilayah rawan gempa lainnya di Indonesia.