REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kejaksaan Agung (Kejagung) mengakui pernah memberikan rekomendasi terkait dengan program digitalisasi pendidikan di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) 2019-2023. Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Harli Siregar menyampaikan, rekomendasi itu berupa saran-saran hukum terkait proses pengadaan laptop dengan sistem operasi Chromebook dalam nomenklatur senilai Rp 9,9 triliun tersebut.
Menurut Harli, rekomendasi dan saran-saran hukum itu Kejagung sampaikan melalui Jaksa Pengacara Negara (JPN) pada Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun). Namun, kata Harli, rekomendasi dan saran-saran hukum tersebut cuma menyangkut soal mekanisme pengadaan yang diharuskan mengacu kepada mekanisme perundang-undangan.
“Terkait dengan pelibatan dari JPN dalam pengadaan Chromebook, bahwa sesungguhnya di dalam rekomendasi yang diberikan oleh jajaran jaksa pengacara negara, adalah supaya pengadaan Chromebook ini dilaksanakan sesuai mekanisme peraturan perundang-undangan,” kata Harli di Kejagung, Jakarta, Rabu (11/6/2025).
Menurut dia, rekomendasi dan saran-saran hukum dari kejaksaan tersebut, memang biasanya dimintakan oleh lembaga-lembaga, atau kementerian selaku pengguna anggaran negara. Namun kata Harli, rekomendasi dan saran-saran hukum dari kejaksaan itu, bukan terkait soal jaminan peniadaan pidana jika dalam pengadaan barang dan jasa oleh kementerian terjadi penyimpangan maupun korupsi.
“Jadi hal itu (pemberian rekomendasi dan saran-saran hukum) kita pertanggung jawabkan secara hukum, karena memang para JPN berbicara dalam kaitan ini secara normatif hukum,” ujar Harli.
Akan tetapi, kata Harli, apakah rekomendasi dan saran-saran hukum dari kejaksaan itu ditaati oleh lembaga, ataupun kementerian pemohon, hal tersebut di luar tanggung jawab pengacara negara.
“Jadi itu dilaksanakan atau tidak dilaksanakan, itu tergantung kepada lembaga yang meminta dan yang memohon. Dan pendapat-pendapat hukum terkait itu pastinya sudah dinyatakan bahwa dalam setiap pelaksanaan terkait pengadaan, contohnya seperti Chromebook ini, tentu meminta lembaga atau kementerian benar-benar mentaati mekanisme-mekanisme peraturan yang benar,” kata Harli.
Namun begitu, fakta hukum yang ada saat ini berujung pada adanya tindakan korupsi dalam realisasi program digitalisasi pendidikan di Kemendikbudristek tersebut. Utamanya terkait dengan pengadaan laptop Chromebook untuk siswa-siswa di sekolah negeri seluruh Indonesia.