Badal Haji untuk Siapa? Ini Penjelasannya

7 hours ago 4

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menunaikan ibadah haji adalah dambaan setiap hamba Allah. Namun, berbagai kondisi mungkin saja menghalangi seseorang untuk berangkat ke Tanah Suci, Makkah al-Mukarramah, Arab Saudi.

Seseorang yang memiliki uzur untuk berangkat haji kadang menunjuk orang lain untuk berangkat haji demi menggantikan dirinya. Hal ini kerap disebut dengan badal haji.

Hukum badal haji adalah boleh. Berikut dalilnya.

Seorang wanita dari Juhainah datang kepada Nabi Muhammad SAW dan berkata, "Ibu saya telah bernazar untuk pergi haji, tetapi belum sempat pergi hingga wafat. Apakah saya harus berhaji untuknya?"

Rasulullah SAW menjawab, "Ya, pergi hajilah untuknya. Tidakkah kamu tahu bila ibumu punya utang, apakah kamu akan membayarkannya? Bayarkanlah utang kepada Allah karena utang kepada-Nya lebih berhak untuk dibayarkan" (HR Bukhari).

Dalam hadis lain, seorang wanita dari Khas'am berkata kepada Rasulullah SAW, "Ya Rasulullah, sesungguhnya ayahku telah tua renta, baginya ada kewajiban Allah dalam berhaji, dan dia tidak bisa duduk tegak di atas punggung unta."

Nabi SAW bersabda kepada wanita itu, "Hajikanlah dia (si ayah wanita)" (HR Muslim).

Secara kebahasaan, badal berarti pengganti. Badal haji adalah diwakilkannya pelaksanaan ibadah haji seseorang oleh orang lain. Laki-laki dapat membadalkan perempuan dan sebaliknya, perempuan dapat membadalkan laki-laki.

Niat dan ibadah hajinya diperuntukkan bagi seseorang yang batal berangkat dan mengamanahkannya kepada orang lain.

Seperti dinukil dari buku Tuntunan Manasik Haji yang diterbitkan Kementerian Agama (Kemenag) RI, badal haji diberlakukan bagi tiga kalangan berikut ini.

Pertama, orang yang sudah berkewajiban melaksanakan haji, yakni haji pertama atau bukan haji sunah. Haji nazar pun terhitung sebagai kewajiban. Ketika ketika orang yang sudah wajib haji (haji pertama) atau haji nazar itu wafat, ia dapat dibadalkan, baik sewaktu dahulu ia hidup sempat berwasiat maupun tidak.

Kedua, orang yang sudah mencapai derajat Istitha’ah (mampu berhaji), kemudian dia sakit berat sehingga timbul kesukaran (masyaqqah) sebelum pelaksanaan haji (ma’dhub).

Terakhir, jamaah haji Tanah Air yang sudah berada di Arab Saudi, tetapi kemudian sakit berat atau wafat sebelum sempat wukuf, maka hajinya dibadalkan.

Adapun jamaah yang dibadalkan hajinya adalah sebagai berikut.

Read Entire Article
Politics | | | |