REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Batuk yang terjadi berulang kali atau bahkan terasa membandel dan tak kunjung sembuh bisa menjadi pertanda adanya kondisi kesehatan yang lebih serius, salah satunya adalah asma. Asma merupakan penyakit kronis pada sistem pernapasan yang ditandai dengan adanya peradangan dan penyempitan pada saluran napas (bronkus).
"Batuk-batuk merupakan gejala utama asma. Di samping itu, misalnya gejala napas berbunyi, seperti bunyi peluit atau mengi," kata dr Wahyuni Indrawati, Sp.A(K) dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia-Rumah Sakit Umum Pusat Nasional dr Cipto Mangunkusumo Jakarta.
"Itu dua gejala utama yang dapat kita curigai apakah ini gejala asma atau penyakit lain," kata konsultan respirator anak itu dalam webinar yang diikuti via daring dari Jakarta, Rabu (8/5/2025).
Meskipun anak-anak berusia di bawah lima tahun umumnya lebih sering mengalami infeksi saluran pernapasan dibandingkan anak yang lebih besar, ia mengatakan, orang tua sebaiknya waspada kalau anak sering batuk. "Kalau tiap bulan batuk, nah itu jangan-jangan, harus dicurigai merupakan gejala atau ciri khas asma," kata dia.
Ia menyampaikan anak yang pada siang hari bisa beraktivitas sebagaimana biasa tetapi batuk berat pada malam hingga dini hari ada kemungkinan menderita asma. Gejala asma yang lain yakni sesak napas dan munculnya rasa tertekan atau nyeri pada dada akibat penyempitan saluran napas dan peradangan di area sekitarnya.
Menurut informasi yang disiarkan di situs web resmi Kementerian Kesehatan, dokter mendiagnosis asma berdasarkan hasil wawancara medis, pemeriksaan fisik, tes fungsi paru-paru, dan tes alergi jika diperlukan. Pasien yang didiagnosis menderita asma memerlukan pengobatan untuk mengendalikan gejala, mencegah serangan asma, dan meningkatkan kualitas hidup.
Dokter akan merekomendasikan pengobatan yang sesuai dengan kondisi asma pasien. Pengobatan asma dapat mencakup penggunaan inhaler untuk mengendalikan gejala asma dalam jangka panjang atau inhaler untuk meredakan gejala dengan cepat.
Dokter juga dapat meresepkan obat-obatan tambahan untuk mengontrol gejala alergi yang memicu serangan asma. Di samping itu, perlu dilakukan manajemen lingkungan untuk menghindari pemicu asma seperti alergen atau iritan lingkungan serta penerapan gaya hidup sehat untuk membantu mengontrol gejala asma.
Siaran informasi Kementerian Kesehatan menyebutkan bahwa asma disebabkan oleh kombinasi faktor genetik dan lingkungan. Riwayat keluarga dengan asma dapat meningkatkan risiko seseorang mengalami asma.
Jika salah satu atau kedua orang tua sakit asma, maka kemungkinan anaknya mengalami asma lebih tinggi. Dokter Wahyuni menyampaikan riwayat alergi orang tua juga berhubungan dengan peluang anak mengalami asma.
Menurut dia, anak yang ayah atau ibunya punya riwayat alergi peluangnya mengalami asma 40 persen dan anak yang kedua orang tuanya punya riwayat alergi kemungkinannya mengalami asma bisa 60 persen sampai 80 persen. Sedangkan anak yang keluarganya tidak punya riwayat alergi, ia menyampaikan, peluangnya mengalami asma sebesar 20 persen.
"Alergi tak harus selalu asma, tapi riwayat penyakit alergi lain juga harus ditanyakan pada keluarga khususnya ayah dan ibu," kata dia.
Sedangkan faktor lingkungan yang dapat memicu asma antara lain polusi udara, paparan asap rokok, paparan bahan kimia tertentu, serta paparan alergen seperti serbuk sari, bulu binatang, debu, tungau, jamur, dan serbuk kayu. Asma juga dapat dipicu oleh infeksi virus atau bakteri pada saluran napas serta faktor lain seperti aktivitas fisik yang intens, kondisi cuaca ekstrem, stres, dan penggunaan obat-obatan tertentu.