Belajar dari US Steel, Pengamat Ingatkan Pemerintah Soal Kedaulatan Industri Baja

12 hours ago 11

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Langkah Pemerintah Amerika Serikat dalam menyikapi rencana akuisisi United States Steel Corporation (U.S. Steel) oleh Nippon Steel menjadi sorotan. Menurut pengamat industri baja dan pertambangan, Widodo Setiadharmaji penolakan dari dua presiden AS yang berbeda pandangan politik menunjukkan konsensus kuat bahwa industri baja merupakan bagian krusial dari kepentingan strategis dan keamanan nasional.

Widodo menjelaskan bahwa dinamika kebijakan di AS, termasuk perintah peninjauan ulang oleh Presiden Donald Trump terhadap pemblokiran transaksi melalui Committee on Foreign Investment in the United States (CFIUS), menggarisbawahi betapa kuatnya pengaruh kepentingan negara dalam kebijakan industri, melampaui sekadar kepentingan korporasi.

"Pernyataan dua Presiden — satu dari Partai Demokrat, satu dari Partai Republik — mencerminkan konsensus langka dalam politik Amerika, bahwa industri baja bukan sekadar entitas bisnis, tetapi bagian dari kepentingan strategis dan keamanan negara," ujar Widodo dalam analisisnya.

Lebih lanjut, Widodo membandingkan pendekatan AS dengan Indonesia dalam menjaga kedaulatan industri. AS memiliki CFIUS, sebuah lembaga khusus yang meninjau investasi asing dari aspek kepentingan dan keamanan nasional. Sementara itu, Indonesia mengandalkan Daftar Positif Investasi (DPI) dan peran Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebagai instrumen langsung negara dalam menjaga kendali di sektor-sektor vital.

Menyoroti peran BUMN di Indonesia, Widodo menekankan urgensinya dalam membangun fondasi industrialisasi jangka panjang menuju Visi Indonesia Emas 2045. Untuk mencapai status negara industri maju, kapasitas produksi baja kasar nasional perlu ditingkatkan signifikan.

"Di tengah keterbukaan investasi dan arus modal global, peran BUMN sebagai jangkar kepemilikan nasional tetap tidak tergantikan. Karena itu, menjaga keberlanjutan dan memperkuat kapasitas BUMN di sektor baja, seperti Krakatau Steel, bukanlah sekadar keputusan bisnis, melainkan strategi kebijakan nasional," tegasnya.

Widodo juga menyinggung preseden penolakan akuisisi Krakatau Steel oleh Mittal Steel pada awal tahun 2000-an sebagai bukti komitmen negara untuk mempertahankan kendali atas industri strategis.

Untuk mengoptimalkan peran strategis BUMN, Widodo merekomendasikan kebijakan afirmatif dari pemerintah serta sistem pengawasan investasi yang memungkinkan evaluasi dampak strategis kepemilikan asing di sektor-sektor vital. Ia menyarankan agar Indonesia mengembangkan mekanisme yang mengintegrasikan berbagai aspek strategis melalui koordinasi lintas kementerian, tanpa harus meniru mentah-mentah model seperti CFIUS.

"Pengalaman Amerika Serikat dalam menghadapi akuisisi U.S. Steel mengajarkan satu hal penting: bahwa di tengah arus globalisasi dan liberalisasi ekonomi, negara harus memegang peran sentral dalam menentukan arah dan menjaga kedaulatan industrinya," pungkas Widodo.

Read Entire Article
Politics | | | |