Catatan Cak AT: Mudahnya Menjadi Calon Penghuni Surga

1 day ago 8
 Dok RUZKA INDONESIA) Foto ilustrasi Catatan Cak AT: Mudahnya Menjadi Calon Penghuni Surga. (Foto: Dok RUZKA INDONESIA)

RUZKA-REPUBLIKA NERWORK -- Matahari pagi Idul Fitri 2025 baru saja naik beberapa derajat. Sinarnya bersembunyi di balik awan, namun menerangi langit biru dan wajah-wajah penuh harap dua ribu jamaah yang masih enggan beranjak dari lapangan eks Markas Besar AURI, Pancoran, Jakarta Selatan. Tak ada yang tergesa pulang, meski ketupat sayur menunggu di rumah.

Ada sesuatu yang menarik perhatian mereka: Khatib hari ini, Ustadz Falah Fauzan, dai yang sama luwesnya saat mengisi pengajian di mushala kampung maupun mungkin di ballroom hotel berbintang, sedang menceritakan kisah yang membuat semua telinga terjaga. Suaranya menyusup hingga akar rumput lapangan yang masih basah.

“Bayangkan, wahai jamaah sekalian,” Ustadz Fauzan menggelegar, namun tetap mengandung senyum dikulum. Kita duduk di Masjid Nabawi. Udara panas, angin gurun menyapu debu yang menempel di pintu-pintu rumah kaum Anshar.

Di sana, Rasulullah tiba-tiba bersabda, "Akan datang kepada kalian seorang lelaki calon ahli surga."

Jamaah di Pancoran mulai berbisik, sementara para sahabat di zaman Nabi kala itu pasti lebih dari sekadar berbisik. Mereka saling melirik, menajamkan pandangan ke arah pintu masjid.

Baca juga: Catatan Cak AT: Adab Idul Fitri Cara Nabi SAW

Siapa gerangan yang beruntung itu bakal datang? Mungkinkah Abu Bakar? Umar? Utsman? Ali? Mereka pilar-pilar Islam yang layak menjadi calon surga!

Tapi, yang muncul bukanlah mereka. Sebaliknya, sosok yang melangkah masuk hanyalah seorang lelaki Anshar biasa, yang janggutnya diceritakan dalam hadits riwayat Ahmad dan dishahihkan oleh Albani, masih basah oleh air wudhu, sendalnya disangkutkan di tangan kiri untuk dibawa masuk ke dalam masjid.

Suasana hening. Beberapa sahabat, kalau boleh kita menebak-nebak ekspresinya, mungkin mulai merasa ada teka-teki besar yang perlu dipecahkan. Pikiran mereka serasa diaduk-aduk ihwal calon penghuni surga. Bisa jadi ada yang berbisik, "Siapa dia?" atau "Apa keistimewaannya sampai disebut Nabi bakal jadi calon surga?"

Hari berikutnya, skenario yang sama terjadi lagi. Nabi ﷺ mengulang sabda beliau, dan yang muncul adalah lelaki Anshar itu juga. Wajah-wajah para sahabat makin penasaran. Hari ketiga, pengulangan kembali terjadi. Kali ini, seorang sahabat muda, Abdullah bin Amr bin Ash, memutuskan untuk tidak lagi hanya menjadi penonton.

“Jamaah sekalian, kalau ini zaman kita, Abdullah bin Amr ini cocok jadi wartawan investigasi,” canda Ustadz Fauzan, yang segera disambut tawa kecil dari para hadirin jamaah shalat Idul Fitri kali ini. Abdullah memutuskan diri akan menyelidiki sosok lelaki Anshar itu, seraya memikirkan caranya.

Baca juga: Orang Tuanya dengan Sombong Sempat Tolak Anaknya Main di Timnas, Kini Siap Tampil Lawan China

Dengan kecerdikan seorang wartawan investigasi, Abdullah bin Amr menghampiri lelaki misterius itu dan berkata, "Aku sedang ada sedikit masalah dengan ayahku, dan aku bersumpah tidak akan pulang selama tiga hari. Bolehkah aku tinggal di rumahmu?" Sang lelaki Anshar, tanpa curiga sedikit pun, mengangguk ramah. "Silakan, saudaraku."

Selama tiga malam menginap di sana, Abdullah mengamati gerak-gerik lelaki itu. Apakah ia bangun sepanjang malam untuk tahajud? Tidak. Hanya tidur nyenyak, lalu ketika bangun ia berdzikir dan bertakbir hingga tiba saat mendirikan shalat subuh. Mungkin dia rajin puasa sunnah? Tidak juga. Makan seperti biasa, tak tampak ada kesalehan dan ibadah yang berlebihan.

Yang Abdullah lihat hanya kata-katanya yang selalu baik. Ia semakin penasaran. "Apa rahasianya?" Akhirnya, pada hari ketiga, ia pun bertanya langsung. "Wahai saudaraku, terus-terang aku tidak benar-benar bertengkar dengan ayahku atau aku harus pergi."

"Aku datang ke sini hanya ingin mengetahui rahasiamu. Sebab, Rasulullah ﷺ menyebut akan datang ahli surga sampai tiga kali, dan yang selalu datang adalah engkau, tapi aku tak melihat engkau melakukan ibadah luar biasa. Apa amalanmu yang istimewa?"

Lelaki Anshar itu tersenyum kecil, lalu berkata, "Aku tidak memiliki amalan lebih dari apa yang telah kau lihat." Jawabannya singkat namun masih menyisakan tanda-tanya. Lalu ia melanjutkan: "Hanya saja, aku selalu membersihkan hatiku dari kebencian dan iri kepada siapa pun di antara kaum Muslimin."

Baca juga: Lebaran 2025, Ditinggal Mudik, Suasana Jakarta Lengang, Cuaca Cerah, Langit Biru

Saat mendengar kisah ini, dua ribu jamaah di Pancoran serempak terdiam. Ada yang menunduk, ada yang mengangguk pelan. Betapa sulitnya amalan itu! Yang melaksanakan shalat fardhu lima waktu mungkin dengan berjamaah tentu banyak. Mereka yang berpuasa Senin-Kamis bisa jadi banyak. Yang rutin tahajud mungkin juga ada.

Tapi, berapa banyak dari jamaah shalat Idul Fitri tersebut yang bisa memastikan hati mereka bersih dari dengki, dari rasa iri melihat tetangga beli mobil baru, atau teman seangkatan punya jabatan tinggi? Dengki dan iri hati terjadi ketika kita tidak suka atau bahkan berniat merusak capaian yang diperoleh orang lain.

Ustadz Fauzan tersenyum, melihat bagaimana cerita ini meresap ke dalam hati para pendengarnya. Ia paham, mereka tak beranjak dari tempat duduk meskipun mulai diterpa sinar matahari. “Jamaah sekalian, sungguh luar biasa bagaimana surga bukan hanya milik mereka yang banyak amal, tapi juga mereka yang bersih hati,” tuturnya.

Dan begitulah, pagi Idul Fitri itu, di antara gema takbir yang masih menggema di kejauhan, kisah sederhana dari zaman Nabi ﷺ kembali menghidupkan semangat dua ribu jamaah.

Mungkin mereka pulang bukan hanya dengan semangat menyantap ketupat opor, tapi juga tekad baru: untuk senantiasa punya hati yang lebih bersih, sebagaimana diupayakan lelaki Anshar itu, tiga belas abad yang lalu. (***)

Penulis: Cak AT - Ahmadie Thaha/Ma'had Tadabbur al-Qur'an, 1/4/2025

Read Entire Article
Politics | | | |