Gaza dan Palestina: Magnet Politik Internasional

12 hours ago 3

Oleh : Muhammad Turhan Yani, Guru besar Fisipol dan Kepala Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Universitas Negeri Surabaya

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gaza merupakan salah satu kota yang populer di dunia, tidak hanya di Timur Tengah, melainkan di belahan dunia. Gaza populer karena menjadi perhatian dunia terkait persoalan konflik Palestina dan Israel. Kota Gaza kadang disebut Jalur Gaza wilayahnya tidak terlalu luas, hanya sekitar 365 km2, akan tetapi menjadi sorotan dunia sejak Israel ingin merebut Gaza dari Palestina sejak dahulu hingga kini. 

Konflik antara Palestina dan Israel, membuat mata dunia menjadi tertuju pada Gaza karena menjadi pusat serangan Israel atas Palestina, selain Tepi Barat. Serangan tersebut telah menodai hak asasi manusia yang telah menelan korban jiwa dalam jumlah besar dalam sejarah peradaban umat manusia. 

Dalam panggung politik internasional, Gaza merupakan wilayah yang dipertahankan oleh Palestina dari perebutan Israel yang hingga kini berdampak menjadi perang yang berkepanjangan dan memantik perhatian dunia internasional, khususnya Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Mata dunia juga tertuju pada kawasan Palestina secara keseluruhan yang telah menderita kemanusiaan dalam waktu berkepanjangan akibat serangan Israel yang membabi buta.  

Persoalan tersebut akan tetap mendominasi panggung politik internasional selama penjajahan terhadap Palestina oleh Israel tidak dihentikan. Dunia internasional ikut berkabung atas peristiwa yang telah menelan ribuan jiwa rakyat Palestina dan berbagai fasilitas umum sebagai akibat dari kebengisan Israel. 

Momentum Perdamaian 

Momentum Sidang Umum Majelis PBB yang digelar September 2025 menjadi forum strategis dan penting untuk menyuarakan kepada dunia internasional tentang kemerdekaan Palestina. Hingga kini mayoritas negara yang telah mendukung kemerdekaan Palestina sebanyak 156 negara dari 193 negara, termasuk negara-negara Eropa. 

Presiden Prabowo Subianto saat pidato dengan tegas dan lantang mengingatkan pentingnya peran PBB sebagai pilar utama dalam menjaga tatanan internasional yang adil. Menurutnya, perdamaian, kemakmuran, dan kemajuan tidak boleh hanya menjadi hak segelintir bangsa, melainkan hak semua umat manusia (23/9/2025). 

Derita rakyat Palestina yang berkepanjangan mengingatkan kita sebagai bangsa Indonesia pernah mengalami hal serupa ketika dijajah, betapa pedih dan sengsaranya, senasib dan seperjuangan dengan Palestina, namun kemerdekaan bangsa Indonesia telah dicapai lebih dulu. Kini Palestina memerlukan dukungan dari dunia internasional untuk mendapatkan hak kemerdekaan.  

Dalam panggung politik internasional, Indonesia layak mendapat apresiasi sebagai negara yang sejak awal gagah dan berani menyuarakan kemerdekaan Palestina dan mengecam kesewenang-wenangan Israel. Kalimat yang tertuang dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 memberikan spirit kemanusiaan bahwa penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan. 

Pernyataan tegas dan lugas ini merupakan argumentasi objektif dan memberikan pesan moral bahwa penjajahan bertentangan dengan prinsip-prinsip kemanusiaan dan keadilan universal. Dengan demikian tidak boleh ada negara yang menjajah dan dijajah. 

Perspektif Kemanusiaan  

Membincangkan Palestina tidak cukup hanya dari perspektif agama, melainkan juga perspektif kemanusiaan (insaniyah) dan hak asasi manusia (HAM) atau human rights. Kita tidak bisa menutup mata bahwa agama samawi (Yahudi, Nasrani, dan Islam) yang lahir, tumbuh, dan berkembang di Kawasan Timur Tengah, negeri para nabi dilahirkan dan membawa risalah, sebagian umatnya belum mampu menginternalisasi dan mengejawantahkan pesan suci agama, yaitu perdamaian dan kemanusiaan. Tiga agama samawi tersebut kini telah berkembang pesat ke berbagai belahan dunia bersama dengan agama-agama lainnya secara berdampingan dalam kebersamaan (live together). 

Fakta yang melanda Kawasan Timur Tengah dari waktu ke menurut Riza Sihbudi (2005) senantiasa menghadirkan kejutan yang menarik, dinamika politik Timur Tengah akan tetap mendominasi panggung politik internasional. Fakta ini, dapat dilihat pada Palestina yang sejak dahulu berjuang untuk merdeka, akan tetapi disandera oleh Israel yang sebenarnya masih "saudara" sendiri sesama bangsa Timur Tengah sekaligus penerima agama samawi.  

Hingga kini penyanderaan yang dibarengi penjajahan itu belum dilepas oleh Israel meskipun sekitar 156 negara telah mendukung kemerdekaan Palestina. Gerangan apa dan siapa yang menyandera Palestina untuk merdeka? Tampaknya ada kekuatan besar di balik Israel, yaitu Amerika yang dianggap sebagai pendukung utama Israel.  

Tampaknya sebagian kecil negara yang masih berada pada “area abu-abu” belum mendukung kemerdekaan Palestina juga kena virus ketakutan pada Amerika. Namun demikian tidak berarti perjuangan untuk kemerdekaan Palestina berhenti, melainkan terus disuarakan oleh dunia internasional, secercah harapan telah dilalui oleh Palestina untuk memperoleh kemerdekaan yang telah didambakan sejak dahulu, sebagaimana negara-negara lainnya di dunia. 

Harapan dan Peluang 

Seiring dengan dukungan dunia dan masyarakat Internasional, khususnya melalui forum strategis Sidang Umum Majelis PBB, akan terus mengalir dukungan untuk kemerdekaan Palestina. Kejutan demi kejutan di bumi para nabi akan tampak dan optimis terwujud seiring dengan suara hati dan spirit kemanusiaan yang diperjuangkan oleh berbagai kalangan, bukan sekadar perjuangan keagamaan, melainkan perjuangan kemanusiaan lintas agama, bersatu demi membela kemanusiaan di Palestina. 

Secara khusus Presiden Prabowo menegaskan bahwa Indonesia siap mengirim pasukan perdamaian, dan selama ini bantuan kemanusiaan dari Indonesia dan semua komponen bangsa telah disalurkan untuk rakyat di Palestina yang menjadi korban dari kekejaman Israel. 

Misi kemanusiaan ini sejalan dengan pesan agama sekaligus konstitusi bahwa penjajahan di muka bumi tidak boleh dibiarkan karena manusia diciptakan sebagai makhluk yang bermartabat, sehingga tidak boleh ada yang menjadi korban penjajahan.  

Kemerdekaan Palestina cepat atau lambat akan menjadi kenyataan, dan sebagain kecil negara yang saat ini belum berpihak untuk mendukung kemerdekaan Palestina secara bertahap akan bergeser dan meninggalkan Amerika dalam kesendirian. Hak Veto yang dimiliki oleh Amerika akan melemah kekuatannya seiring dengan suara hati dan perjuangan kemanusiaan. 

Amerika yang selama ini memainkan politik standar ganda akan kehilangan pengaruhnya. Fakta ini telah tampak dengan mengalirnya dukungan dari 156 negara, dan dukungan ini akan terus bertambah dan mengalir untuk kemerdekaan Palestina. Mengapa bisa demikian? karena perjuangan kemanusiaan yang melintasi perspektif keagamaan menjadi pesan utama, Palestina yang mayoritas Muslim tidak menjadi halangan bagi negara-negara yang mendukung kemerdekaan Palestina meskipun sebagian di antara negara tersebut mayoritas non Muslim, khususnya negara-negara Eropa. 

Ini adalah kekuatan perjuangan kemanusiaan yang beririsan dengan pesan suci agama manapun untuk mewujudkan perdamaian di muka bumi, sebagai suatu kesadaran kolektif bagi umat manusia lintas negara dan lintas agama dalam satu balutan keadilan universal.

Read Entire Article
Politics | | | |