REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) 2025 pada hari ini, Jumat (2/5/2025). Hasilnya menunjukkan kenaikan indeks literasi keuangan yang telah mencapai 66,46 persen dan indeks inklusi keuangan 80,51 persen.
Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Perlindungan Konsumen, dan Edukasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Frederica Widyasari Dewi menyampaikan SNLIK 2025 menjadi sangat penting bagi kemajuan dan kestabilan sistem keuangan nasional. Ini adalah salah satu faktor utama bagi OJK dan pemangku kepentingan lainnya dalam menyusun kebijakan, strategi dan merancang produk dan layanan keuangan yang sesuai kebutuhan dan kemampuan konsumen dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Frederica mengatakan indeks literasi keuangan tertinggi berasal dari sektor perbankan sebesar 65,50 persen, disusul sektor pergadaian (54,74 persen) dan lembaga pembiayaan (46,66 persen).
"Kalau kita lihat berdasarkan sektor jasa keuangan, tingkat literasi dan inklusi keuangan nasional 2025 ditopang oleh sektor perbankan. Ini kita melihat memang di sekeliling kita, masyarakat kita kebanyakan memang sangat familiar atau sudah menggunakan rekening bank," ujar Frederica saat rilis hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) di kantor BPS, Jakarta.
Sebaliknya, lanjut Frederica, sektor dengan literasi keuangan terendah adalah lembaga keuangan mikro (9,8 persen), pasar modal (17,78 persen), dan fintech lending (24,90 persen). Sementara itu, pada sisi inklusi keuangan, Frederica sampaikan, sektor perbankan kembali mencatat angka tertinggi sebesar 70,65 persen, diikuti sektor perasuransian sebesar 28,50 persen. Adapun indeks inklusi keuangan terendah berasal dari sektor lembaga keuangan mikro (1,2 persen) dan pasar modal (1,34 persen).
Namun demikian, Frederica katakan, hasil SNLIK 2025 juga mengungkapkan tingkat literasi dan inklusi keuangan belum merata di seluruh lapisan masyarakat. Frederica menyampaikan kelompok dengan indeks terendah tercatat pada perempuan, masyarakat perdesaan, serta kelompok umur 15–17 tahun dan 51–79 tahun.
"Masyarakat dengan pendidikan rendah (SMP sederajat ke bawah) dan masyarakat yang bekerja sebagai petani, peternak, pekebun, dan nelayan juga masih tertinggal dalam hal literasi dan inklusi keuangan," kata Frederica.
Hasil SNLIK 2025 menunjukkan beberapa segmen masyarakat yang memiliki tingkat literasi atau inklusi keuangan yang lebih rendah dibandingkan tingkat nasional. Selain perempuan, ada juga masyarakat di perdesaann penduduk umur 15-17 tahun dan 51-79 tahun, penduduk dengan pendidikan rendah (tamat SMP/sederajat ke bawah), petani, peternak, pekebun, nelayan, pelajar atau mahasiswa, ibu rumah tangga, tidak atau belum bekerja dan pekerja lainnya.
"OJK akan semakin menggiatkan kegiatan literasi dan inklusi keuangan bagi kelompok tersebut," ucap Frederica.
Frederica mengatakan OJK fokus meningkatkan literasi dan inklusi keuangan, baik secara konvensional maupun syariah tertuang dalam Peta Jalan Pengawasan Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi dan Pelindungan Konsumen (2023-2027), Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2025-2029, serta Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045.