Islamofobia Picu Kurang Lebih 200 Ribu Muslim Tinggalkan Prancis

1 day ago 7

REPUBLIKA.CO.ID, PARIS—Sebuah laporan terbaru dari majalah Amerika "Jacobin" menyoroti fenomena Islamofobia yang semakin meningkat di Prancis dan dampak serius yang ditimbulkannya terhadap komunitas Muslim di negara tersebut.

Laporan itu, dikutip dari Aljazeera, Rabu (11/6/2025), didasarkan pada temuan dari sebuah buku berjudul "Prancis yang Anda cintai tapi tinggalkan", yang ditulis oleh tiga penulis: Olivier Esteve, Alice Picard, dan Julien Talban.

Artikel menyoroti meningkatnya permusuhan terhadap Muslim, yang telah mendorong ribuan Muslim Prancis untuk beremigrasi.

Para penulis memperkirakan bahwa sekitar 200 ribu Muslim Prancis, sebagian besar berpendidikan tinggi, telah meninggalkan negara tersebut menuju negara-negara multikultural seperti Inggris dan Kanada.

Gelombang migrasi ini disebabkan oleh kombinasi diskriminasi yang merajalela, kejahatan kebencian, Islamofobia, dan bias sistemik dalam kehidupan publik.

Penulis kolektif mencatat bahwa pada kuartal pertama 2025 saja terjadi 79 kejahatan kebencian terhadap Muslim, meningkat 70 persen, dibandingkan dengan periode yang sama pada 2024, menurut Kementerian Dalam Negeri Prancis.

Kejahatan-kejahatan ini termasuk insiden mengerikan pada bulan April lalu, di mana seorang migran asal Mali, Aboubacar Cissé, ditikam hingga tewas di dalam sebuah masjid di selatan Prancis.

BACA JUGA: Rudal Houthi Bernamakan Pedang Nabi SAW Hantam Israel: Takbir di Yerusalem, Pujian di Medsos 

Pada bulan Mei, poster-poster yang beredar di kota Orléans bertuliskan "Dilarang Masuk Zona Muslim", yang menampilkan gambar wanita berjilbab dan orang-orang yang sedang shalat, ditandai dengan tanda larangan, yang mencerminkan skala permusuhan yang meningkat.

Aksi-aksi ini telah dikaitkan dengan seorang neo-Nazi yang saat ini dipenjara, sebagai indikasi semakin berbahayanya lingkungan bagi Muslim di Prancis.

Majalah ini mencatat bahwa para ahli mengatakan bahwa keputusan untuk beremigrasi bagi banyak Muslim Prancis tidak terkait dengan insiden-insiden yang terisolasi, tetapi lebih merupakan hasil dari akumulasi diskriminasi dan agresi diam-diam setiap hari.

Read Entire Article
Politics | | | |