Kurban Dilarang, Bagaimana Umat Islam Maroko Merayakan Iduladha?

15 hours ago 4

loading...

Kerajaan Maroko yang mayoritas Muslim melarang rakyat mereka melakukan kurban saat Iduladha. Foto/Friendly Morocco

RABAT - Kerajaan Maroko yang mayoritas Muslim telah melarang rakyat mereka melakukan kurban saat Iduladha. Lantas bagaimana umat Islam di sana merayakan Iduladha di tengah larangan tersebut?

Tahun ini, Maroko menutup pasar ternak menjelang Iduladha di tengah perintah kerajaan untuk tidak melakukan kurban dan melestarikan ternak yang kritis di negara tersebut dalam menghadapi kekeringan.

Pada bulan Februari, Raja Mohammed VI, yang juga bergelar Panglima Umat Beriman, meminta warga Maroko untuk menangguhkan kurban tahunan dengan alasan kebutuhan lingkungan.

Itu adalah intervensi kerajaan yang langka, meskipun bukan tanpa preseden.

Baca Juga: Warga Maroko Diminta Tidak Potong Hewan Kurban saat Iduladha, Ada Apa?

Ayahnya, almarhum Raja Hassan II, menangguhkan kurban tiga kali selama pemerintahannya: selama masa perang, kekeringan, dan di bawah penghematan yang diberlakukan Dana Moneter Internasional (IMF) yang memaksa Maroko untuk mencabut subsidi pangan.

"Itu adalah keputusan yang sulit, yang dibuat untuk melindungi ternak nasional, tetapi itu telah berdampak buruk pada para petani," kata Mourad Soussi, seorang penggembala di Azrou, sebuah kota kecil di Maroko bagian tengah, kepada The New Arab (TNA).

Menurut LSM lokal Nechfate, 35 persen keluarga Maroko yang terlibat dalam pertanian subsisten bergantung pada penggembalaan hewan sebagai pendapatan utama mereka. "Bagi mereka, ternak seperti asuransi", kata kelompok itu.

"Mereka menjual hewan ketika mereka membutuhkan uang tunai," lanjut kelompok tersebut.

Namun, setelah enam tahun kekeringan, pendapatan pertanian anjlok, yang memaksa banyak keluarga menjual ternak untuk memenuhi kebutuhan. Hasilnya: jumlah ternak nasional menyusut ke tingkat yang belum pernah terlihat sejak tahun 1970-an, saat populasi Maroko kira-kira setengah dari jumlah saat ini.

Kerajaan itu kini menjadi rumah bagi sekitar 37 juta orang.

Meskipun larangan kurban tersebut diharapkan dapat mendorong keberlanjutan jangka panjang, dampak ekonomi jangka pendeknya cukup signifikan.

Read Entire Article
Politics | | | |