REPUBLIKA.CO.ID, BENGKULU — Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal (Mendes PDT) Yandri Susanto meminta pemerintah daerah mulai memetakan jenis bisnis yang akan dibangun desa dan dikelola melalui program Koperasi Desa (Kopdes) Merah Putih. Setiap desa dapat menggali potensi yang sesuai kebutuhan.
“Maka nanti, termasuk di Bengkulu, kami minta gubernur, bupati, dan wali kota untuk memetakan jenis usaha yang akan diusulkan kepada pemodal, dalam hal ini bank Himbara. Nantinya akan diberikan bantuan modal tanpa agunan. Kira-kira begitu skema Koperasi Desa Merah Putih,” ujar Yandri usai menghadiri pelantikan Bupati Bengkulu Selatan di Bengkulu, Rabu.
Ia menjelaskan, setiap desa dapat menggali potensi jenis usaha yang akan dikembangkan. Ketika usaha yang dibangun merupakan usaha potensial, maka hal itu akan mendorong pergerakan ekonomi daerah dan menciptakan kesejahteraan masyarakat, sejalan dengan konsep pembangunan dari desa.
“Apakah desa tersebut membutuhkan sembako, gas elpiji, atau usaha lain seperti peternakan ayam dan perikanan, juga diperbolehkan. Jadi silakan masing-masing Koperasi Desa Merah Putih memetakan unit usaha sesuai potensi desanya,” kata Yandri.
Terkait plafon pembiayaan, ia menyebutkan bahwa plafon anggaran ditetapkan sebesar Rp 3 miliar untuk setiap desa. Namun, nilai pembiayaan untuk tiap jenis usaha akan disesuaikan berdasarkan potensi dan hasil verifikasi terhadap proposal usaha yang diajukan oleh desa.
“Jadi plafonnya memang Rp 3 miliar, tetapi nilai pembiayaan antar desa bisa berbeda-beda. Tidak ada penyeragaman, karena bergantung pada potensi dan kebutuhan sesuai peruntukannya,” ujar Yandri.
Ia mencontohkan, desanya di Palaksiring, Kedurang, Kabupaten Bengkulu Selatan, mengusulkan bisnis pupuk dengan estimasi kebutuhan anggaran sebesar Rp 500 juta. Namun, setelah dilakukan verifikasi oleh pihak perbankan, kebutuhan riil usaha tersebut hanya sebesar Rp 200 juta.
“Kami mengajukan kebutuhan dana sekian untuk usaha pupuk, diverifikasi oleh bank. Misalnya mengusulkan Rp 500 juta, ternyata hanya dibutuhkan Rp 200 juta. Bank melihat dari jumlah petani, luas lahan, serapan, dan faktor lainnya. Jadi, setelah diverifikasi dan dinyatakan sesuai, baru diberikan pinjaman tanpa agunan,” tutupnya.
sumber : ANTARA