MK Nyatakan tidak Dapat Menerima Lima Perkara Uji Formal UU TNI

1 day ago 7

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan tidak dapat menerima lima perkara uji formal Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI). MK beralasan, para pemohon tidak mempunyai kedudukan hukum.

"Menyatakan permohonan para pemohon tidak dapat diterima," ucap Ketua MK Suhartoyo membacakan amar putusan di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Kamis (5/6/2025).

Kelima perkara yang dinyatakan tidak dapat diterima itu, yakni Nomor 55/PUU-XXIII/2025, Nomor 58/PUU-XXIII/2025, Nomor 66/PUU-XXIII/2025, Nomor 79/PUU-XXIII/2025, dan Nomor 74/PUU-XXIII/2025. Wakil Ketua MK Saldi Isra saat membacakan pertimbangan putusan untuk Perkara Nomor 55 mengatakan bahwa uraian pada bagian kedudukan hukum hanya menjelaskan mengenai kerugian para pemohon sebagai masyarakat sipil dan mahasiswa yang kesulitan mengakses informasi saat pembentukan UU TNI yang baru.

Namun, kata Saldi, para pemohon tidak memperkuat kedudukan hukumnya dengan menyertakan uraian maupun bukti yang menunjukkan upaya aktif dalam pembentukan UU tersebut, misalnya kegiatan seminar, diskusi, maupun tulisan opini dari para pemohon kepada pembentuk undang-undang.

"Dengan demikian, menurut mahkamah para pemohon tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan," ucap Saldi.

Dalam pertimbangan putusan Perkara Nomor 58, Mahkamah juga menyatakan bahwa para pemohon tidak menguraikan kedudukan hukum secara komprehensif. Menurut MK, para pemohon hanya menjelaskan kerugiannya sebagai mahasiswa yang kesulitan mengakses informasi pembentukan UU TNI.

"Namun, tidak dikuatkan dengan uraian dan bukti mengenai kegiatan sebagai aktivis walaupun para pemohon menyatakan diri sebagai aktivis, terutama aktivitas yang berkenaan dengan proses pembentukan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025," ucap Saldi.

Hal serupa juga menjadi pokok pertimbangan Mahkamah dalam mengadili perkara nomor: 66, 79, dan 74. Oleh sebab itu, Mahkamah menyatakan kelima perkara dimaksud tidak dapat disidangkan lebih lanjut.

"Menimbang bahwa meskipun Mahkamah berwenang mengadili permohonan dan permohonan diajukan masih dalam tenggang waktu pengajuan permohonan, para pemohon tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan. Oleh sebab itu, Mahkamah tidak mempertimbangkan pokok permohonan para pemohon lebih lanjut," ucap Saldi.

Diketahui bahwa Perkara Nomor 55 diajukan oleh masyarakat sipil dan mahasiswa ilmu hukum, Christian Adrianus Sihite, Noverianus Samosir, dan Agam Firdaus.

Sementara itu, Perkara Nomor 58 dimohonkan oleh mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora Universitas Putera Batam Hidayatuddin dan mahasiswa Fakultas Teknik Informatika Politeknik Negeri Batam Respati Hadinata.

Pemohon dalam Perkara Nomor 66 ialah mahasiswa program magister Universitas Indonesia, yaitu Masail Ishmad Mawaqif, Reyhan Roberkat, Muh Amin Rais Natsir, dan Aldi Rizki Khoiruddin.

Perkara Nomor 74 diajukan oleh empat mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, Abdur Rahman Aufklarung, Satrio Anggito Abimanyu, Irsyad Zainul Mutaqin, dan Bagus Putra Handika Pradana.

Berikutnya Perkara Nomor 79 tercatat dengan pemohon yang merupakan mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, yaitu Endrianto Bayu Setiawan, Raditya Nur Sya’bani, Felix Rafiansyah Affandi, Dinda Rahmalia, Muhamad Teguh Pebrian, dan Andrean Agus Budiyanto.

sumber : Antara

Read Entire Article
Politics | | | |