Muwadah: Akad Pertukaran yang Adil dalam Islam

6 hours ago 5

Image M. Fiqih Azikri

Agama | 2025-07-16 19:42:39

Sumber: https://www.pexels.com/id-id/foto/tangan-gelap-kelam-hitam-7230180/

Dalam kehidupan sehari-hari, manusia tidak pernah lepas dari aktivitas ekonomi: membeli, menjual, menyewa, meminjam, hingga menggadaikan. Semua aktivitas ini melibatkan pertukaran nilai, baik berupa barang, jasa, maupun uang. Dalam Islam, pertukaran semacam ini diatur dengan prinsip-prinsip yang tidak hanya legal secara hukum, tapi juga etis dan adil. Salah satu akad penting yang merepresentasikan pertukaran nilai ini adalah Muawadah.

Apa itu Muwadah?

Secara bahasa, Muawadah berasal dari kata ‘iwadh, yang berarti “ganti” atau “imbalan”. Dalam istilah fikih, Muawadah adalah akad yang melibatkan pertukaran dua nilai yang sepadan antara dua pihak. Contohnya adalah jual beli (bai’), sewa-menyewa (ijarah), atau pertukaran mata uang (sharf). Intinya, selama ada barang atau jasa yang ditukar dengan imbalan yang jelas dan disepakati, itulah bentuk muawadah.

Akad muawadah bukan sekadar kegiatan komersial. Ia adalah bentuk dari amanah, kepercayaan, dan komitmen antara dua pihak yang saling menghormati hak masing-masing. Di sinilah letak kekhasan ekonomi Islam: bahwa setiap transaksi tidak boleh ada unsur penipuan (tadlis), ketidakjelasan (gharar), ataupun riba.

Muwadah dalam Praktik: Lebih dari sekedar jual beli

Banyak orang mengira bahwa muawadah hanya terbatas pada jual beli barang. Padahal, cakupannya luas. Misalnya, ketika seseorang menyewa rumah selama satu tahun dan membayar uang sewa di awal, itu adalah bentuk muawadah: rumah sebagai manfaat, uang sebagai imbalannya.

Dalam konteks modern, akad muawadah bisa diterapkan dalam banyak bidang: dari leasing kendaraan, investasi properti, hingga jual beli emas di Pegadaian Syariah. Yang penting adalah akad itu memenuhi prinsip utama muawadah: adil, transparan, dan tidak mengandung unsur merugikan salah satu pihak.

Prinsip Keadilan dan Muwadah

Salah satu keindahan Islam adalah penekanannya pada keadilan dalam semua aspek, termasuk ekonomi. Dalam muawadah, keadilan menjadi ruh utama. Tidak boleh ada yang merasa terpaksa. Harga harus disepakati, manfaat harus jelas, dan setiap pihak tahu hak serta kewajibannya.

Contohnya, dalam akad jual beli, barang yang dijual harus dalam kondisi yang diketahui pembeli. Jika ada cacat, maka wajib diberitahukan. Jika tidak, maka akad menjadi cacat, dan pihak yang dirugikan boleh membatalkannya.

Muawadah mendorong pelaku ekonomi untuk berlaku jujur, transparan, dan saling menguntungkan. Dengan begitu, ekonomi Islam tidak hanya mendorong pertumbuhan, tapi juga memastikan distribusi yang adil dan jauh dari praktik eksploitasi. Muawadah bukan sekadar istilah dalam kitab-kitab fikih. Ia adalah napas dalam ekonomi Islam mengalir dalam setiap transaksi yang jujur dan adil. Di tengah hiruk-pikuk ekonomi modern, muawadah mengajak kita kembali kepada esensi: bahwa setiap pertukaran bukan hanya tentang untung rugi, tapi tentang hak, kepercayaan, dan keberkahan.

Jika ekonomi dunia ingin lebih manusiawi, maka muawadah adalah salah satu jalan yang bisa ditapaki. Sebab di sana ada nilai, ada etika, dan ada kemuliaan.

Siti Nurhaliza, Mahasiswa Semester 4, Program Studi Ekonomi Syariah, Fakutas Ekonomi dan Bisnis, UIN Syarif Hidayatullah.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Read Entire Article
Politics | | | |