Nilai di Atas Kertas atau Nurani di Bawah Meja

6 hours ago 5

Image Christian Felix

Edukasi | 2025-07-16 19:51:36

Di sebuah kampus yang katanya "Rumah Para Juara" berdirilah bangunan megah bernama keilmuan. Rumah itu nyaman bukan? tetapi bukan untuk para juara. Di dalamnya para dosen disebut sebagai penjaga gerbang intelektual dan para mahasiswa digambarkan sebagai penempuh jalan sunyi menuju pencerahan. Namun di balik gemerlap semangat akademik itu ada cerita getir yang tak pernah masuk kurikulum.

Seorang mahasiswa yang rajin, aktif saat mengikuti magang, berkontribusi saat magang, mendapatkan prestasi magang, dan rela magang dengan keringat serta air mata ternyata nilainya lebih rendah dari mereka yang hanya datang saat absensi lalu lenyap saat kerja nyata dimulai. Ironis bukan?

Diibaratkan seperti lomba lari, sang juara justru dihukum karena berlari terlalu cepat sementara yang duduk-duduk di garis start malah diberi medali karena "tampak tenang dan tidak membuat masalah". Ini bukan cerita fiksi, ini realita yang diam-diam kita tahu tapi jarang berani kita ucap.

Mungkin dosennya punya cara menilai yang lebih canggih bukan dari kerja keras, tapi dari seberapa pandai mahasiswa menyusun laporan fiktif atau mungkin seberapa dekat mereka dengan senioritas dan basa-basi. Nilai bukan lagi cermin kompetensi tapi pantulan dari relasi. Nilai bukan hasil dari proses tapi buah dari persepsi.

Ada mahasiswa yang magangnya penuh dedikasi, bahkan rela menempuh jarak puluhan kilometer demi tanggung jawab. Tapi nilainya tersangkut di angka 461. Sementara temannya yang tak pernah muncul di tempat magang cukup menyerahkan laporan "siap unduh dari internet" dan mendapat angka 761. Jika ini bukan ketimpangan, maka apa?

Seorang dosen pernah berkata “Nilai tidak menentukan masa depan.” Mungkin benar, tapi nilai adalah legitimasi ia bisa membuka atau menutup pintu peluang. Maka ketika dosen bermain-main dengan nilai sejatinya ia sedang bermain-main dengan masa depan mahasiswa.

Apakah ini bentuk kelalaian? Ataukah ini praktik feodalisme akademik yang berkamuflase dalam sistem meritokrasi palsu?

Sudah saatnya kampus sebagai institusi ilmiah bersih dari praktik ketidakadilan. Mahasiswa bukan objek yang bisa diukur seenaknya. Mereka manusia dengan kerja keras, dengan cita-cita, dan dengan harapan yang tidak layak ditukar hanya karena dosen merasa "Tidak Sreg".

Karena jika nilai sudah tak lagi mencerminkan usaha, maka jangan salahkan jika kelak dunia kerja pun tak lagi percaya pada ijazah. Dan ketika itu terjadi kita tahu siapa yang menyalakan apinya?? mereka yang menyimpan nurani di bawah meja dan memberikan angka dengan mata tertutup.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Read Entire Article
Politics | | | |