OpenAI Sebut Ada Kelompok Asal China Pakai ChatGPT untuk Tujuan ‘Jahat’

7 hours ago 6

AI (ilustrasi). OpenAI mengungkapkan semakin banyak kelompok asal China yang menggunakan teknologi kecerdasasan buatan miliknya untuk operasi tersembunyi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --OpenAI mengungkapkan semakin banyak kelompok asal China yang menggunakan teknologi kecerdasasan buatan miliknya untuk operasi tersembunyi. Temuan ini dipaparkan dalam laporan terbaru yang dirilis pada Kamis lalu.

Meskipun operasi yang terdeteksi berskala kecil dan menargetkan audiens terbatas, namun OpenAI mencatat adanya perluasan dalam taktik dan cakupan aktivitas yang dilakukan. Sejak kemunculan ChatGPT pada akhir 2022, kekhawatiran terhadap potensi penyalahgunaan teknologi AI generatif terus meningkat. Teknologi ini mampu menghasilkan teks, gambar, dan audio yang menyerupai manusia secara cepat dan mudah.

OpenAI secara rutin merilis laporan terkait aktivitas berbahaya yang dideteksinya di platformnya, termasuk pembuatan dan debugging malware, serta produksi konten palsu untuk situs web dan platform media sosial. Dalam laporan terbaru, OpenAI mengungkap sejumlah contoh penyalahgunaan termasuk akun-akun yang digunakan untuk membuat konten media sosial mengenai isu politik dan geopolitik terkait China. Konten yang dihasilkan mencakup kritik narasi pro Taiwan dalam game, lalu tuduhan palsu terhadap seorang aktivitas Pakistan, serta narasi seputar penutupan lembaga bantuan AS (USAID).

Beberapa konten juga mengkritik kebijakan tarif impor Presiden AS Donald Trump, dengan contoh konten seperti, "Tarif membuat barang impor sangat mahal, sementara pemerintah boros dalam bantuan luar negeri. Siapa yang harus terus menangggungnya?".

OpenAI juga mendeteksi penggunaan teknologi AI untuk mendukung kegiatan siber, seperti riset terbuka, modifikasi skrip, hingga pengembangan alat peretasan dan otomatisasi media sosial. Beberapa operasi turut memproduksi konten provokatif yang mendukung dua sisi dari isu-isu kontroversial dalam politik AS, lengkap dengan gambar profil yang dihasilkan oleh AI.

Menanggapi laporan ini, Kementerian Luar Negeri China menilai klaim OpenAI tidak berdasar. "Pemerintah China sangat memperhatikan tata kelola kecerdasan buatan dan secara konsisten menentang penyalahgunaan dan penyalahgunaan teknologi kecerdasan buatan," kata juru bicara kementerian, seperti dikutip dari Reuters, Sabtu (7/6/2025). OpenAI sendiri telah memperkuat posisinya sebagai salah satu perusahaan swasta paling bernilai di dunia setelah mengumumkan putaran pendanaan senilai 40 miliar dolar AS, yang menempatkan valuasinya pada angka 300 miliar dolar AS.

Read Entire Article
Politics | | | |